Oleh Olyvia Hulda, Sidoarjo
Takut. Kecewa. Terpuruk.
Jika urutan kata-kata di atas diteruskan, tentu tidaklah sulit untuk merinci beragam emosi negatif yang dirasakan oleh manusia. Bila emosi positif seperti perasaan senang dan antusias bisa kita ungkapkan dengan bebas, biasanya untuk emosi negatif kita lebih pilih menyembunyikannya. Menyatakan emosi negatif sering diasosiasikan sebagai mengeluh dan mengeluh itu dianggap dosa.
Lantas, bagaimana seharusnya kita menyikapi emosi negatif?
Pernah ada masa aku marah, kecewa, sedih, patah hati, dan jengkel. Rasanya sungguh tidak enak. Kulakukan berbagai cara untuk menghilangkan semua perasaan itu. Dan.. itu berhasil! Tapi… aku tidak lagi merasakan apa pun, termasuk kesenangan, cinta dan sukacita. Lebih tepatnya, aku jadi mati rasa. Hidup tetapi tidak hidup, demikianlah aku waktu itu.
Aku sempat berpikir: apakah tindakanku memendam emosi, atau menutup pintu rapat-rapat agar emosi negatif tidak keluar adalah tindakan yang tepat? Pertanyaan ini membawaku pada satu bagian Alkitab yang terambil dari Hakim-hakim.
Pada pasal 7, Allah memerintahkan Gideon untuk mengambil prajurit dari bangsa Israel untuk berperang melawan Midian. Dari ribuan orang, tersisa hanya 300 prajurit dan Allah pun memberi kemenangan bagi Israel. Namun, dalam prosesnya menjalani peperangan ini, Gideon tidak kebal dari rasa takut. Gideon merasa panggilan Allah ini terlalu berat, sebab dia hanyalah kaum terkecil di antara suku-suku Israel, juga yang termuda di tengah keluarganya (6:15). Ketika tiba hari peperangan, Allah kembail meneguhkan Gideon dengan bersabda: “Tetapi jika engkau takut untuk turun menyerbu, turunlah bersama dengan Pura, bujangmu, ke perkemahan itu…” (7:10).
Allah mengenal ketakutan Gideon. Alih-alih menghakiminya, Allah justru menolong Gideon untuk menang atas ketakutan itu dengan memberinya jalan keluar. Melalui bala tentara Israel yang amat sedikit bila dibandingkan dengan formasi kekuatan musuh, Allah ingin Gideon melihat bahwa Dia jauh lebih besar daripada segala ketakutannya. Tak hanya Gideon, Tuhan Yesus pun pernah mengalami ketakutan. Menjelang penyaliban-Nya, emosi ketakutannya mengalir deras hingga keringat-Nya menjadi seperti titik-titik darah (Lukas 22:44). Tuhan Yesus tidak berlagak seolah ketakutan itu tidak ada, tetapi Dia menunjukkan ketakutan itu dalam doa-Nya pada Bapa dan Bapa pun mengutus malaikat untuk memberi Yesus kekuatan (Lukas 22:43).
Alkitab mencatat banyak tokoh yang ditolong Allah untuk mencerna dan mengeluarkan emosi-emosi negatif. Entah itu Musa, Yeremia, Raja Daud, hingga Rasul Paulus, semuanya mengalami kesedihan, kemarahan, ketakutan, bahkan kekecewaan. Namun, mereka tidak menahan semua perasaannya di hadapan Allah, melainkan dengan jujur dan lantang datang pada Allah. Rasul Paulus menuangkan apa yang jadi emosi negatifnya dalam tulisan-tulisannya. Dia secara terang-terangan menyampaikan kesedihannya atas kaumnya sendiri yang menolak Yesus Kristus, “…aku sangat berdukacita dan selalu bersedih hati…” (Roma 9:1-18). Kita juga bisa membaca berbagai macam emosi negatif Daud yang mengalir dalam berbagai tulisannya di kitab Mazmur.
Aku belajar dari para tokoh Alkitab bahwa memberikan ‘ruang’ bagi emosi negatif kita untuk keluar adalah hal yang wajar dan baik. Tuhan menciptakan kita dengan unik, lengkap dengan segala spektrum emosi yang mewarnai hati kita. Konselorku juga menegaskan bahwa segala emosi: baik yang positif maupun negatif wajib diekspresikan dengan bijaksana agar jiwa manusia tetap sehat. Tidak perlu berpura-pura, tidak perlu merasa malu dengan emosi negatif yang dirasakan. Yang perlu dilakukan adalah mengekspresikannya dengan bijak.
Buatku sendiri, aku belajar untuk mengidentifikasi dan menerima segala emosi negatif yang mengalir melalui proses jurnaling. Kutuliskan segala perasaan yang kualami, yang kutahan dan pendam selama bertahun-tahun, bahkan sejak dari kecil. Aku mengakuinya, merasakannya, serta memaafkan segala yang telah berlalu. Aku bersyukur, melalui momen ini, Tuhan mengingatkanku akan peristiwa-peristiwa yang membuatku terluka dan kecewa di masa lalu—meskipun aku belum mengerti rasa kecewa waktu itu—serta memaafkan segala peristiwa buruk yang pernah kulalui.
Sekarang aku belajar untuk jujur akan ketidakmampuanku, bukannya memaksa diri untuk menyenangkan orang lain atau segera menyibukkan diri untuk menenggelamkan semua perasaan negatifku. Aku juga masih belajar untuk meluapkan rasa marah dengan bijaksana meskipun sulit, berdiam diri, memberikan ruang untuk rasa patah hati dan kesedihan yang mengalir.
***
Mengelola emosi negatif dengan bijak adalah hal yang sulit, namun para tokoh Alkitab telah memberikan kita teladan. Aku melihat kesamaan di antara mereka yang berhasil mengelola emosi negatifnya dengan sehat, yakni mereka menempatkannya di tempat yang tepat. Seperti Tuhan Yesus Kristus yang marah saat ada orang yang mencemarkan Bait Allah; Paulus yang sedih karena bangsa Israel yang keras hati; Nehemia yang sedih atas kondisi bangsa Israel yang terbuang; Yeremia dan Daud yang berduka namun memiliki pengharapan di dalam Tuhan hingga kondisinya tidak terlalu terpuruk.
Kitab Ibrani menuliskan bahwa ganjaran mendatangkan dukacita (Ibrani 12:11), namun akan menghasilkan buah kebenaran. Aku percaya, di balik emosi negatif yang kita alami, ada maksud Tuhan yang baik dalam hidup kita; agar kita belajar terhadap ketetapan-ketetapan-Nya.
Bila hari ini kamu merasa emosi-emosi negatif memenuhimu, datanglah pada Allah. Dia akan memberimu kelegaan (Matius 11:28). Merengkuh emosi negatif tidaklah sama dengan menjadikannya pembenaran atas sikap-sikap negatif dalam diri kita, melainkan kita menyadari bahwa segala hal buruk memang bisa terjadi di dalam dunia yang telah berdosa, dan sebagai anak-anak Allah yang telah ditebus Kristus, kita diundang untuk menyerahkan seluruh keberadaan kita kepada-Nya untuk terus-menerus dibaharui dan disempurnakan (Roma 12:1-2; Matius 5:48).
Aku berdoa, agar Tuhan membuka mata hati kita untuk mengenal emosi kita sendiri, serta Roh Kudus memampukan kita untuk dapat menyelesaikan segala emosi negatif yang terpendam di masa lalu hingga tuntas. Amin.
Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥