Posts

ORANG BIASA BELAJAR TEOLOGI?! NGAPAIN? | Kenal Ilmu Teologi Lebih Dalam Bareng Pdt. Misael Prawira

TEOLOGI 😱! Eits, jangan khawatir! Podcast KaMu episode ini tidak sedang mendorongmu untuk pindah jurusan kuliah, tapi kita mau sama-sama menggali apa makna “TEOLOGI” bagi orang-orang percaya, khususnya anak-anak muda.

“TEOLOGI” berarti ilmu tentang Tuhan. Kita mungkin menganggap Teologi sebagai ilmu yang jauh, ilmu yang khusus hanya bagi hamba Tuhan sepenuh waktu. Namun, kalau kita mengakui eksistensi Tuhan yang berdaulat, maka tak ada hal di alam semesta ini yang tak berkaitan dengan-Nya, seperti yang ditegaskan oleh Abraham Kuyper: “Tidak ada satu inci pun dalam hidup kita yang tidak dimiliki oleh Tuhan.”

Jadi, Teologi sejatinya berkaitan dengan segala sesuatu yang ada dalam hidup kita dan setiap orang percaya diundang untuk mempelajarinya. Namun, mempelajari ilmu ini berbeda dari ilmu lainnya, sebab pembelajaran tentang Tuhan tidak bisa dilepaskan dari hati yang mencintai Tuhan, yang bertujuan untuk mentransformasi hati.

Theology must lead to doxology and doxology must be rooted in solid theology.

Yuk simak obrolan serius tapi santai tentang memahami dan menerapkan Teologi dalam hidup sehari-hari bersama Pdt. Misael Prawira.

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Cara Kita Memandang Tuhan Membentuk Cara Kita Menjalani Hidup

Oleh Fandri Entiman Nae, Manado

Di antara banyaknya bidang ilmu yang ada, mungkin salah satu yang paling sering dianggap remeh adalah Teologi. Entah sudah berapa kali kudengar orang-orang tertentu mengatakan bahwa mereka tidak memerlukan teologi dalam kehidupan termasuk dalam “upaya” pengenalan mereka tentang Allah. Mirisnya kalimat bernada seperti itu bahkan juga beberapa kali terlontar dari mereka yang mendapat tugas dan tanggung jawab sebagai pengajar di gereja.

Namun, apakah benar begitu? Buat apa susah-susah belajar tentang Tuhan, toh pengalaman rohani itu lebih penting? Faktanya, tidak ada orang yang tidak berteologi. Dalam pengertian yang umum, teologi berarti Ilmu atau konsep tentang Allah. Jadi jika ada orang Kristen yang mengatakan, “saya tidak memerlukan teologi untuk mengenal Allah yang penuh kasih”, dia seharusnya sadar bahwa kalimatnya itu adalah kalimat teologis yang layak mendapat perhatian. Bahkan kelompok ateis yang menolak Allah pun sebenarnya telah memiliki “teologinya” sendiri. Dengan begitu kita harus mengakui bahwa semua orang pasti sedang hidup dengan teologi yang beragam. Jadi, salah satu pertanyaan penting yang harusnya kita pikirkan adalah apakah kita punya teologi yang baik atau malah sebaliknya. Mengapa? Karena teologi yang kita miliki akan membentuk cara kita memandang dan menjalani seluruh kehidupan kita.

Persoalan penting lain yang berkaitan dengan masalah yang kita bahas sebelumnya adalah banyak orang Kristen yang menganggap teologi hanyalah area bagi para hamba Tuhan “waktu penuh” seperti pendeta dan penginjil. Ini merupakan sebuah bahaya karena jelas bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh Allah yang ingin dikenal oleh anak-anak-Nya.

Dalam 1 Timotius 2:4, Allah berkata melalui rasul-Nya bahwa Ia menghendaki supaya kita yang diselamatkan memperoleh pengetahuan akan kebenaran, atau dengan kata lain Allah mau kita “belajar teologi”.

Tentu saja mempelajari teologi tidak harus menempuh pendidikan formal di Sekolah Tinggi Teologi (STT), meski kupercaya engkau harus mengambil kesempatan demikian jika hal itu memang memungkinkan. Namun lebih dari itu, belajar teologi bisa kita lakukan dengan banyak cara di banyak tempat. Ya, kita dapat menemukan teologi di banyak tempat. Lihat saja, pendeta mengajari Firman Tuhan kepada jemaat di gereja, orang tua mengajarkan Firman Tuhan kepada anaknya di rumah, dua orang sahabat karib duduk di tepi pantai sambil berdiskusi tentang Alkitab, itu semua adalah berbagai bentuk belajar teologi.

Allah berfirman agar melalui perkataan-Nya Ia dikenal oleh umat manusia, bukan hanya untuk segelintir pendeta. Allah, sebagai manusia, datang ke dalam dunia dan rela menderita bahkan mati di salib untuk menyelamatkan engkau dan aku. Ia mau berita ini diceritakan ke seluruh dunia, atau dengan kata lain Allah mau teologi ini didengar oleh semua telinga.

Bukan hanya itu, seperti yang telah sedikit kusinggung sebelumnya, hal yang sebagai orang Kristen tidak boleh kita lupakan adalah bahwa teologi harus memengaruhi kehidupan kita ke arah yang lebih baik. Semakin seseorang mendalami Firman Tuhan atau semakin ia belajar teologi, Ia harus semakin mengasihi Allah dan sesamanya. Seorang dokter yang belajar teologi dengan baik pasti tidak akan mengaborsi bayi demi sejumlah uang. Seorang pedagang yang belajar teologi dengan baik tidak akan menipu pelanggan-pelanggan yang lugu. Seorang mahasiswa jurusan hukum yang belajar teologi dengan baik akan belajar sungguh-sungguh demi menjadi laskar Kristus di ruang pengadilan. Ibu rumah tangga yang belajar teologi dengan baik akan mengajari anak-anaknya supaya menjaga kebersihan lingkungan. Mengapa? Karena teologi yang benar pasti berasal dari Allah Sang Sumber Kebenaran itu sendiri.

 

***

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Sarjana Teologi yang Jadi Pedagang

Oleh Jessie

Sebagai orang yang memiliki gelar sarjana Teologi dan sekarang berkecimpung di dunia bisnis, tidak sedikit orang yang terheran-heran akan cerita di baliknya. Tidak jarang juga orang menjadikan hal ini sebagai candaan bahwa aku sempat salah mendengar bisikan Tuhan. Bahkan, ada yang berkomentar bahwa aku ingin meng-uang-kan Tuhan karena lulusan sarjana Teologi tapi bekerja sebagai pedagang, hahaha! Tidak ada perasaan tersinggung sama sekali karena semua candaan ini dibuat oleh orang-orang dekatku. Namun, aku juga yakin kalau kalian semua akan penasaran, “Kok bisa?!”

Sedikit cerita mengenai latar belakang sarjanaku. Karena aku kuliah di luar negeri, umumnya gelar sarjana yang ditawarkan hanya ada dua tipe, yaitu Bachelor of Arts (untuk mereka yang jurusannya dalam ranah bidang ilmu pengetahuan sosial dan seni) dan Bachelor of Science (untuk mereka yang jurusannya di bidang IT dan sains). Seluruh gelar yang menjurus spesifik seperti Kedokteran, Pengacara, bahkan Pastoral harus diambil di jenjang S-2. Sehingga, gelar dan proses pendidikan Teologi yang kumiliki berbeda dengan yang lumrah di Indonesia: studi S-1 lalu setelah lulus menjadi Guru Injil dan sebagainya.

Terus terang, aku sempat terpikir untuk melanjutkan sekolah Teologi setelah lulus SMA karena saat itu aku sedang mengalami krisis berat secara iman dan eksistensial. Puji Tuhan tidak jadi, hahaha! Jangan salah paham ya saudara, tidak ada maksud apa pun teruntuk para pendeta. Hanya saja, aku paham betul komitmen yang harus dijalani sebagai seorang pendeta, dan panggilanku tidak (atau setidaknya belum) menjurus ke sana. Sehingga, dengan kesempatan bisa mempelajari Teologi tanpa harus menjadi seorang hamba tuhan full-timer serta komitmen yang mengekor pada gelar tersebut, aku anggap ini merupakan arahan dari Tuhan untuk melewati krisis iman di saat itu.

Mungkin banyak di antara kita juga pernah melewati momen yang menggiring kita pada kelahiran hidup baru dalam roh, di mana kita ingin mempertanggung-jawabkan dan memastikan kepercayaan yang sudah kita pilih. Aku dapat yakinkan, bukan hanya aku saja yang perlu belajar Teologi, tapi kita semua yang mengaku percaya Kristus. Bukan berarti kita semua harus pergi ke sekolah Teologi secara formal, karena ada banyak cara untuk belajar Teologi: melalui buku, artikel, seminar, atau bahkan mendengarkan dengan saksama apa kata pendeta kita di hari minggu pagi.

Ada 3 poin mengapa penting yang ingin aku bagikan dari pengalaman pribadiku: mengapa orang beriman harus belajar ilmu Teologi, atau menggunakan bahasa sederhananya: belajar Alkitab.

Yang pertama, ilmu Teologi berperan penting bagi pertumbuhan iman orang percaya.

Memang patut kita ketahui bahwa status keselamatan yang kita dapatkan adalah murni anugerah dari Tuhan dan tidak ada pengetahuan serta pekerjaan baik kita yang mampu menyelamatkan kita. Walaupun iman tidak sama dengan pengetahuan, bukan berarti keselamatan yang kita terima itu ada tanpa sebuah pondasi serta pengertian yang rasional.

Iman Kristiani adalah iman yang masuk akal. Sehingga, jika kita telah memperoleh iman keselamatan tersebut, sudah sewajibnya kita dapat menjelaskan arti dan makna di balik perolehan keselamatan itu. Malahan, aku agak ragu jika ada yang mengaku beriman pada Kristus, tapi tidak mengerti makna atau arti dari kenapa kita harus beriman pada Kristus. Karena jika kita sudah menerima Kristus, maka respons yang sewajarnya adalah belajar mengenal Tuhan yang sudah kita serahkan jiwa kita kepada. Oleh sebab itu, iman dan pengetahuan (pengetahuan akan Tuhan) merupakan dua unsur yang hakikatnya tidak dapat dipisahkan.

Iman kita tidak berhenti pada momen saat kita percaya dan menerima keselamatan tersebut; iman kita harus bertumbuh. Dalam proses pertumbuhan iman inilah, orang percaya mulai belajar tentang siapa Tuhan yang ia percayai, serta pekerjaan yang dilakukan-Nya. Rasul Paulus berkata, “Berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” (Roma 12:2b). Paulus mendorong kita untuk selalu memperbaharui akal budi atau pengetahuan kita agar kita semakin arif dalam mengetahui visi Tuhan. Salah satu indikator pertumbuhan iman kita adalah saat di mana kita semakin mengenal Tuhan dan cara pikir kita semakin serupa dengan Kristus. Oleh sebab itu, perlunya kesadaran akan betapa pentingnya belajar Teologi, karena pengetahuan tentang Tuhan (ilmu Teologi) berperan vital dalam pertumbuhan iman orang percaya.

Poin kedua, pengetahuan tentang Allah memimpin kita pada pengetahuan tentang diri yang sejati.

John Calvin mengatakan bahwa pengetahuan yang sejati terdiri dari 2 bagian yaitu pengetahuan tentang Tuhan dan pengetahuan tentang diri (true wisdom consists of two things, the knowledge of God and self). Pengetahuan akan Allah dan diri layaknya relasi sebab-akibat. Saat kita mengenal Allah, maka kita akan mengenal diri kita—khususnya mengenai panggilan pribadi kita. Karena, siapa lagi yang mengenal siapa diri kita yang sesungguhnya selain Pencipta kita? Buat kita semua yang masih terus terombang-ambing dengan arah hidup kita,  maka sesungguhnya, kita perlu mengenal Tuhan kita lebih dalam lagi. Hanya di dalam proses pengenalan akan Allah-lah, kita dapat mengenal jati diri, natur, serta tujuan hidup kita.

Jadi kalau kalian penasaran kenapa hari ini aku berkecimpung di dunia bisnis, jawabannya adalah karena ingin membantu mengembangkan dan meneruskan usaha orang tua. Terus terang, apakah aku yakin ini adalah panggilan hidup-ku? Iya dan tidak. Sejauh ini, boleh dikatakan aku 85% yakin ini merupakan opsi yang tepat. Saat itu aku ditawarkan untuk bekerja di perusahaan di luar negeri atau kembali ke Indonesia, aku merasa kembali ke rumah adalah hal yang benar. Tentu hal ini bukan keputusan yang mudah, karena aku happy-nya bukan main, dan tidak ada rasa ingin pulang. Akan tetapi, mengingat adanya hubungan yang baik dengan kedua orang tuaku, aku merasa terpanggil untuk pulang dan membantu mereka. Lalu, kemana sisa 15% itu? 15% keraguan itu tetap ada, khususnya di saat aku sedang dilanda masalah besar dalam pekerjaan atau saat di mana aku dan orang tua memiliki opini yang berbeda. Aku tidak bisa jelaskan secara mendetail kenapa ini merupakan salah satu panggilan karier yang aku rasa tepat, karena nanti artikel ini menjadi makalah. Akan tetapi, melihat ke belakang, aku merasakan ada pimpinan Tuhan serta kesejahteraan emosional. Apakah nanti ke depannya panggilan itu bisa berubah? Mungkin saja! Pada intinya, setiap orang memiliki panggilan pribadinya masing-masing, dan semua itu bisa kita rasakan melalui relasi pribadi kita dengan Tuhan. Seberapa tepat kita mengetahui panggilan kita, tergantung dari seberapa kamu mengenal apa mau Tuhan dalam diri kita.

Relasi “mengenal-Allah-mengenal-diri” merupakan relasi yang tidak dapat dipungkiri. Saat kita mengenal diri kita, kita semakin disadarkan akan keterbatasan dan keberdosaan kita; dan jika kita betul tahu akan ketidakmampuan kita, kita akan terus terdorong untuk selalu mencari Allah. Itu sebabnya di poin ketiga ini, aku ingin menyampaikan bahwa belajar teologi “memerdekakan” pengikutnya. Kebenaran Firman membebaskan kita dari belenggu dosa. “Jikalau kamu tetap dalam firman-Ku, kamu benar-benar adalah murid-Ku dan kamu akan mengetahui kebenaran, dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu” (Yohanes 8:31-32). Sering kita mendengar pepatah, “the truth will set you free.” Kebenaran itu memang sifatnya membebaskan, apalagi kebenaran Firman yang adalah kebenaran mutlak dan absolut. Kebenaran Firman bukan hanya membebaskan, namun juga mengubahkan hidup kita.

Banyak hal di hidup ini yang membawa kita kepada kesia-siaan serta kenikmatan sementara yang sesungguhnya merusak hidup kita. Mungkin sebagian besar di antara kita sadar bahwa itu adalah dosa dan sulit untuk melepaskannya. Akan tetapi, jika kita secara konsisten belajar mengenai kebenaran Firman, maka pelan-pelan cara pikir kita akan dibukakan dengan hal yang sifatnya kekal. Pada akhirnya, kebenaran firman akan menyadarkan kita untuk melakukan apa yang benar, sehingga menguatkan kita untuk berubah menjadi serupa dengan kebenaran Kristus.

Apakah lalu perjalananku mengenal Tuhan selesai setelah aku mendapatkan gelar sarjana Teologiku? Tentu tidak, malahan 4 tahun bersekolah Teologi merupakan awal dari fondasi imanku. Mengenal Tuhan merupakan perjalanan seumur hidup setiap orang. Semakin aku belajar, semakin aku diyakinkan dengan kepercayaanku. Semakin luas wawasan Alkitabiahku, semakin masuk akal juga perjalanan hidupku. Hal yang memang tidak bisa disangkal bahwa ilmu Teologi sedikit banyaknya menuntunku ke arah hidup yang jelas, serta merta membebaskanku dari keresahan hidup yang fana ini.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥