Posts

Makan dan Minum: Rohani atau Rohana?

Oleh Edwin Petrus, Medan

“Bro, makan apa kita hari ini?”

“Bro, enaknya makan ke mana ya?” 

“Bro, kamu aja yang tentuin tempat makannya!”

Inilah kata-kata yang paling sering dicetuskan teman-temanku kalau mereka sudah bingung untuk menentukan menu makanan atau tempat untuk bisa mengisi perut yang kosong. Ya, aku memang punya hobi makan dan kulineran. Tidak jarang, aku rela menghabiskan waktu untuk terus menggulir Instagram dan TikTok hanya untuk sekadar mencari tahu tempat makan yang baru. Aku juga tidak segan-segan merogoh kocek lebih dalam demi mencoba rekomendasi dari para food vlogger yang aku ikuti di media sosial.

Kawan, sebagai seorang rohaniwan, aku sempat terjebak dalam sebuah dilema, apakah hobi aku ini dapat memuliakan Tuhan? Apakah makan dan minum itu adalah aktivitas hidup yang cenderung duniawi (yang kuplesetkan dengan istilah rohana) dan tidak rohani sama sekali? Apakah kesukaanku ini dapat menjadi batu sandungan dan justru bukan hal yang dapat diteladani oleh jemaat yang aku layani?

Aku bersyukur kalau aku menemukan bahwa sebenarnya tidak ada hal yang disebut terlalu duniawi dan terlalu rohani karena makan dan minum pun adalah sesuatu yang diperintahkan dan diizinkan oleh Tuhan untuk dapat dinikmati oleh manusia.

Makan dan Minum dalam Alkitab

Kawan, coba kamu buka aplikasi Alkitab elektronik yang ada di ponselmu. Setelah itu, di fitur pencarian, kamu dapat mengetikkan kata “makan.”

Wow! Aku tidak menyangka bahwa banyak sekali ayat firman Tuhan yang berbicara tentang makanan. Dari Kejadian sampai Wahyu, kita bisa menemukan perintah dan larangan dari Tuhan kepada manusia mengenai makanan. Tuhan juga menyatakan kasih-Nya kepada manusia lewat makanan dan minuman. Bahkan, pengalaman-pengalaman hidup dari manusia tentang makan dan minum juga termuat dalam halaman-halaman dalam Kitab Suci orang Kristen.

Di kitab Kejadian, salah satu firman Allah yang diberikan kepada manusia pertama, Adam dan Hawa, adalah aturan mengenai makanan yang boleh dan tidak boleh dimakan di Taman Eden. Allah berfirman kepada manusia bahwa mereka boleh memakan hasil dari segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji, kecuali buah dari pohon pengetahuan yang baik dan yang jahat, yang berada di tengah-tengah taman Eden (Kej. 2:16-17). Namun, gara-gara keinginan manusia untuk menyamai Allah, Adam dan Hawa memilih untuk melawan perintah Allah dengan memakan buah yang dilarang itu. Akibatnya, manusia jatuh ke dalam dosa dan mengalami relasi yang terputus dengan Allah. Pelanggaran manusia yang menimbulkan murka Allah ini berkaitan dengan makanan, tetapi Allah tidak tinggal diam ketika manusia berada dalam kondisi yang terpuruk. Allah justru menyatakan kasih-Nya kepada manusia. Walaupun manusia harus bersusah payah bekerja untuk mencari makanannya, tetapi Allah tetap menyediakan makanan kepada manusia melalui tumbuh-tumbuhan di padang (Kej. 3:18-19).

Di sepanjang sejarah kehidupan manusia, Allah berulang-ulang menunjukkan pemeliharaan-Nya dengan menyediakan makanan. Kitab Kejadian ditutup dengan kisah Yusuf yang terlebih dahulu dipersiapkan oleh Allah ke Mesir untuk memelihara keluarganya lewat makanan yang sudah disimpan di lumbung Mesir sebelum musim kelaparan tiba (Kej. 37-50). Berikutnya, dalam empat puluh tahun perjalanan bangsa Israel keluar dari Mesir ke Kanaan, Allah tidak pernah lalai untuk menurunkan roti dari langit (manna) bagi mereka selama enam hari dalam seminggu (Kel. 16).

Ketika Allah berinkarnasi menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus, Dia juga peduli dengan mereka yang datang untuk mendengarkan khotbah-Nya. Keempat kitab Injil mencatat bahwa Yesus tidak membiarkan mereka pulang dengan kelaparan. Yesus meminta murid-murid-Nya untuk menyediakan makanan bagi lebih dari lima ribu orang itu. Yesus mengadakan mukjizat dengan lima roti dan dua ikan yang dipersembahkan oleh seorang anak kecil yang dibekali oleh orang tuanya. Roti itu dipecah-pecahkan dan dibagi-bagikan. Akhirnya, ribuan orang itu makan sampai kenyang (Mat. 14:13-21, Mrk. 6:30-44, Luk. 9:10-17, Yoh. 6:1-13).

Yesus juga menggunakan makanan dan minuman sebagai lambang yang mengingatkan kasih Allah kepada manusia yang termanifestasikan secara sempurna di dalam diri-Nya. Yesus mengidentifikasikan diri-Nya sebagai Roti Hidup (Yoh. 6:35). Roti Hidup ini yang diberikan oleh Allah untuk memulihkan kembali relasi antara manusia dengan Allah yang terputus akibat dosa. Yesus memberikan diri-Nya untuk terpaku di atas kayu salib untuk menanggung segala hukuman dan kutuk dosa yang seharusnya ditanggung oleh manusia. Hanya dengan cara yang demikian, Yesus layak disebut sebagai Sang Roti Hidup dan Sang Air Hidup karena melalui pengorbanan-Nya, kita beroleh anugerah Allah yang mengampuni segala dosa-dosa kita dan terus menguduskan kita.

Di malam sebelum Yesus menyerahkan diri-Nya untuk menggenapkan karya kasih Allah di atas kayu salib itu, Yesus mengajak murid-murid-Nya untuk makan dan minum bersama. Di Malam Perjamuan Terakhir itu, Yesus mengambil roti, mengucap syukur, memecah-mecahkan, dan memberikannya kepada para murid, serta berkata: “Inilah tubuh-Ku yang diserahkan bagi kamu; perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku.” Selain itu, Yesus juga mengambil cawan yang berisi anggur dan berkata: “Cawan ini adalah perjanjian baru oleh darah-Ku, yang ditumpahkan bagi kamu.” (Luk. 22:19-20). Hingga hari ini, di gereja-gereja Tuhan di seluruh pelosok dunia, masih melakukan perintah Yesus untuk terus melanjutkan sakramen Perjamuan Kudus ini. Di dalam Perjamuan Kudus, roti dan anggur dibagi-bagikan kepada orang-orang percaya sebagai tanda untuk mengingat akan karya kasih yang sempurna dari Sang Roti Hidup yang telah memuaskan hidup orang percaya dengan kebutuhan akan kasih yang sejati dari Allah itu.

Bahkan, praktik makan dan minum semeja antara Allah dengan umat-Nya ini adalah sebuah pengalaman kekal yang masih akan berlanjut ketika dunia ini berakhir. Alkitab diakhiri dengan sebuah penggambaran terhadap perjamuan kawin bersama dengan Anak Domba Allah di dalam kerajaan Allah (Why. 19:7-10). Jadi, dengan kata lain, Yesus masih akan mengundang kita untuk makan bersama-Nya suatu hari nanti ketika kita berjumpa muka dengan muka dengan-Nya di Kerajaan Surga.

Kawan, menarik sekali bukan ketika firman Tuhan sendiri membuka mata kita untuk melihat bahwa Allah sendiri tidak membedakan hal-hal yang terkesan rohani dan kurang rohani. Makanan dan minuman yang selama ini diidentikkan dengan hal-hal yang bersifat duniawi, ternyata merupakan instrumen yang dipakai oleh Allah dari awal hingga akhir dunia ini untuk berkarya di dalam kehidupan manusia.

Diskusi-diskusi tentang teologi Kristen sama sekali tidak pernah mengesampingkan isu tentang makanan dan minuman. Jennifer R. Ayres, dalam bukunya Good Food: Grounded Practical Theology, mempelajari keterkaitan antara manusia yang ditempatkan oleh Allah bersama-sama dengan binatang dan tumbuhan untuk menciptakan sistem pangan global. Dengan kata lain, manusia membutuhkan makhluk ciptaan Allah lainnya untuk menyediakan sumber pangan bagi dirinya. Di sisi yang lain, Norman Wirzba, dalam bukunya Food and Faith: A Theology of Eating, ketika berkomentar tentang Perjamuan Kudus, ia memberi pemaknaan tentang kehadiran Allah di tengah umat-umat-Nya lewat prosesi makan dan minum bersama sebagai satu tubuh Kristus. Perjamuan Kudus juga adalah wadah kesaksian dari anak-anak Allah tentang kehidupan di dalam kerajaan Allah.

Jadi, makan dan minum bukanlah hal sepele. Itu bukan hanya sekadar memasukkan sesuatu ke dalam mulut, dikunyah, dan ditelan. Tuhan sendiri memberikan pemaknaan yang amat mendalam dan penting terhadap salah satu kegiatan rutin yang setiap hari kita lakukan ini.

Awas!!! Makanan Bisa Membuatmu Berdosa

Makanan dan minuman memang adalah bentuk berkat pemeliharaan Tuhan kepada manusia. Makan dan minum juga adalah suatu rutinitas kehidupan yang diizinkan oleh Tuhan untuk dapat kita nikmati. Namun, ada dosa yang mengintai di balik proses makan dan minum ini. Jangan salah paham dulu ya kawan! Makanan dan minuman secara naturnya tidak memiliki unsur dosa. Namun, kita yang mengonsumsi makanan dan minuman dengan cara yang keliru dapat membawa kita ke dalam dosa.

Dosa kerakusan adalah dosa yang paling erat kaitannya dengan makanan dan minuman. Bilangan 11 mencatat kisah tentang orang-orang Israel yang bernafsu rakus ketika mereka teringat dengan daging yang biasanya mereka makan di Mesir. Nafsu rakus ini menimbulkan amarah Allah karena bangsa Israel tidak mensyukuri makanan yang telah tersedia bagi mereka setiap harinya. Mereka yang bernafsu rakus ini mendapatkan hukuman tulah dari Tuhan (Bil. 11:34). Amsal 23:21 mengingatkan agar orang-orang tidak menjadi pelahap dan peminum karena kebiasaan buruk ini dapat membuat mereka menjadi miskin. Amsal 28:7 juga menasihati kita agar tidak bergaul dengan pelahap karena hal itu akan memalukan nama keluarga.

Akar masalah dari dosa kerakusan ini tidak terletak pada makanan dan minuman. Hati manusia berdosa yang tidak pernah puas adalah sumber masalah dari dosa kerakusan ini. Orientasi dari hati si pelahap dan si peminum ini terfokus pada pemuasan nafsu untuk makan dan minum sebanyak-banyaknya. Padahal, dengan makan dan minum sebanyak apapun, ia tidak pernah akan puas. Oleh karena itu, Yesus mengingatkan kita untuk meminta makanan yang secukupnya dari Allah (Mat. 6:11).

Jadi, Nikmati Makanan dan Minuman dalam Tuhan

Sudut pandang yang Alkitabiah terhadap makanan dan minuman adalah seperti nasihat yang dikatakan oleh kitab Pengkhotbah. “Tak ada yang lebih baik bagi manusia dari pada makan dan minum dan bersenang-senang dalam jerih payahnya. Aku menyadari bahwa ini pun dari tangan Allah. Karena siapa dapat makan dan merasakan kenikmatan di luar Dia?” (Pengkhotbah 2:25-26). Jadi, kita dapat menikmati makanan dan minuman di dalam Tuhan.

Menikmati makanan dan minuman di dalam Tuhan berarti kita mengingat bahwa kalau masih ada sesuatu yang bisa dimakan dan diminum hari ini, semua hanya oleh karena anugerah Tuhan bagi kita. Kalau hari ini ada sepotong ayam goreng yang tersaji di depan mata kita, berarti Tuhan sudah menyatakan karya-Nya lewat ayam yang dipelihara oleh peternak, petugas di rumah potong hewan, kurir yang mengantar ayam ke pasar untuk dijual, pedagang ayam, penjual ayam goreng atau orang tua yang memasaknya bagi kita. Ketika aku mempelajari rantai penyaluran makanan ini, aku takjub dengan cara Tuhan yang memelihara kehidupanku lewat begitu banyak orang yang terlibat di balik proses menjadikan makanan dan minuman.

Menikmati makanan dan minuman dalam Tuhan juga berarti kita belajar untuk mengontrol diri terhadap keluhan dan kerakusan. Aku menyadari bahwa hobi makan dan kulineranku ini akhirnya membuat diriku menjadi sangat kritis terhadap makanan yang disajikan. Aku sering mengeluh dan merasa tidak puas jika makanan dan minuman yang aku santap tidak sesuai dengan ekspekstasiku. Keluhan dan kerakusan dapat membuat kita jatuh dalam dosa. Oleh karena itu, kita perlu senantiasa meminta pertolongan Tuhan untuk bisa menikmati makanan dan minuman dengan cara yang dikehendaki oleh-Nya.

Satu lagi, pesan klasik yang sering disampaikan kepada orang-orang Kristen tentang menikmati makanan dan minuman adalah mengucap syukur atas berkat jasmani yang disediakan oleh Tuhan. Menaikkan doa ucapan syukur bukan hanya sebuah rutinitas dari orang Kristen ketika mau makan, tetapi melalui doa syukur ini, kita sedang mengekspresikan sukacita di hadapan Tuhan dan berterima kasih atas karya-Nya kepada kita. Jadi, jangan lupa ya kawan, ketika kita mau melahap makanan dan minuman, ingatlah akan Allah yang sudah berkarya melalui makhluk ciptaan-Nya sampai akhirnya kita bisa menikmati berkat-Nya lewat makanan dan minuman.

Maka, ketika makan atau minum, janganlah kita melihat aktivitas ini dari sisi rohana dan rohani. Makan dan minum bisa menjadi sarana rohani untuk menikmati kehadiran Tuhan yang penuh kasih untuk memelihara umat-Nya dan mencukupi kebutuhan jasmani kita.

Mari kita makan dan minum dengan penuh sukacita dan ucapan syukur.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥