Posts

Temenan Sama yang Bukan Kristen… Kenapa Enggak?

Dunia yang kita tinggali bukanlah dunia yang isinya sama semua 🙂

Sebagaimana Tuhan Yesus bersabda, “Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati” (Matius 10:16). 

Ke dalam perbedaan itulah kita dipanggil dan diutus, bukan untuk menjadi sama (Roma 12:1), tetapi untuk menjadi garam dan terang (Matius 5:16).

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Mengasihi dan Menghormati Orangtua (Saat Mereka Tidak Layak Mendapatkannya)

Oleh Gabriella

Bagiku, salah satu bagian Alkitab yang paling susah kutaati adalah Efesus 6:1-3, yang aku rasa sering menjadi ayat hafalan di sekolah Minggu:

“Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu – ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi.”

Mengapa? Hubunganku dengan orangtuaku kurang begitu baik. Pertama, mereka bukanlah orang percaya (setidaknya selama aku tumbuh besar), sehingga kami sering memiliki pandangan yang berbeda tentang banyak hal dalam kehidupan. Kedua, mereka bercerai saat aku masih berusia tiga tahun, sehingga memori masa kecilku lebih banyak dipenuhi dengan kekecewaan, kesepian, dan tangisan yang tidak ingin kuhidupi kembali. Dan sayangnya, kedua orangtuaku sering mengatakan hal yang buruk tentang satu sama lain kepadaku, sehingga itu membuat image mereka dalam benakku ternodai dan semakin susah bagiku untuk menghormati mereka, sekalipun aku tahu tidak semua yang mereka katakan itu benar.

Mengapa aku harus mengasihi orangtuaku, saat aku juga tidak bisa merasakan kasih mereka untukku? Mengapa aku harus menghormati mereka, saat mereka telah melakukan banyak hal yang kurang terhormat? Aku ingin membagikan sebagian hasil pemikiran dari pergumulan panjangku, walau sejujurnya aku juga masih terkadang (bahkan mungkin sering) jatuh dan tidak berhasil menerapkannya. Aku harap kita bisa menjalani perjuangan ini bersama-sama.

1. “Hate the sin, love the sinner”

Perkataan ini cukup kontroversial karena seringkali digunakan dalam konteks merendahkan orang lain, atau saat kita merasa dosa yang dilakukan orang lain lebih buruk dari dosa kita. Selama ini aku mengartikan kalimat ini bahwa kita seharusnya hanya membenci perbuatan jahat yang mereka lakukan tanpa membenci orangnya, tapi aku berubah pikiran saat mendengar pernyataan dari R.C. Sproul: “Kita adalah orang berdosa bukan karena kita berbuat dosa, kita berbuat dosa karena kita adalah orang berdosa. Aku menyadari bahwa dosa bukanlah sekadar perbuatannya, tapi merupakan sengat maut dari maut (1 Korintus 15:56), yang dimanifestasikan dalam perbuatan. Seringkali kita tahu apa yang baik untuk dilakukan, tapi tetap saja kita tidak bisa melakukannya karena kita adalah orang berdosa (Roma 7:15-20).

Membenci dosa bukan berarti sekadar membenci perbuatan jahat orang lain—termasuk orangtua kita—tapi membenci dosa itu sendiri. Dosa adalah musuh kita semua yang telah membawa kehancuran dalam dunia yang Tuhan ciptakan dengan sempurna. Dosa telah merusak dunia secara begitu menyeluruh (Roma 8:22-23), bahkan mereka yang menyakiti kita pun termasuk korbannya. Jika musuh dari musuh kita adalah teman kita, bukankah seharusnya kita tidak membenci mereka yang telah menyakiti kita?

Dalam kasus ini, aku akhirnya dapat sedikit memahami kedua orangtuaku yang juga tidak memiliki masa kecil yang bahagia dengan orangtua mereka. Aku rasa mereka bukan dengan sengaja ingin merusak masa kecilku dan menyakiti perasaanku, dan kalaupun mereka ternyata memang sengaja, itu hanyalah efek samping dari hidup dalam dunia yang sudah bobrok dan dirusak oleh dosa ini. 

Untuk kita bisa love the sinner, pertanyaan selanjutnya adalah siapakah sinner itu? Aku yakin sebenarnya aku tidak perlu menuliskan ini kembali karena kita semua pasti sudah mendengar pesan ini berkali-kali dan hapal di luar kepala. Jadi mari kita jawab bersama-sama: kita semua. 

2. “Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” (Roma 5: 8) 

Kita baru saja merayakan Paskah bulan lalu. Perayaan ini mengingatkan kita bahwa Yesus mengorbankan diri-Nya untuk menyelamatkan umat manusia, walau mereka inilah ciptaan-Nya yang sudah memberontak, menolak-Nya, mencemooh-Nya, meludahi-Nya, memaku tangan dan kaki-Nya, mencambuk punggung-Nya hingga penuh bilur dan luka. Setelah pengkhianatan yang luar biasa ini, apa yang Ia katakan? ”Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.” (Lukas 23:34).

Kita berhak mengharapkan orangtua kita mengasihi kita, seperti Tuhan berhak mengharapkan ciptaan-Nya untuk mengasihi-Nya. Namun, saat kita mengecewakan Dia dan gagal, Ia merespons dengan kasih dan pengampunan. Oleh karena itu, kita dipanggil untuk merespons kekecewaan kita terhadap orangtua kita dengan kasih dan pengampunan yang Tuhan telah berikan lebih dahulu pada kita.

Walau ini klise, tapi seringkali pengetahuan kita tidak benar-benar meresap dalam hati dan pikiran kita. Kalau kita tahu kita semua orang berdosa, seharusnya kita bisa mengampuni orang lain yang telah menyakiti kita karena kenyataannya kita tidak lebih baik dari mereka. Namun nyatanya, tetap sangat sulit untuk mengampuni dan memaafkan orang lain karena… (drum roll) kita adalah orang berdosa. Jadi, mana yang lebih dulu? Ayam atau telur? 🙂

Mari kita minta pertolongan Roh Kudus untuk memampukan kita mengampuni, mengasihi, dan menghormati orang yang telah menyakiti kita, terutama orangtua kita. Mari kita berjuang bersama-sama; tolong doakan aku dan aku akan mendoakanmu juga.

Tuhan Yesus memberkati.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥