Posts

Carilah, Bukan Curilah

Oleh Ernest Martono, Jakarta

Sepulang kerja aku terkejut dan kesal karena mendapati pohon cabeku hilang. Orang di rumah bilang sepertinya ada yang mencuri. Pencuri itu bukan hanya mengambil buah cabenya, tapi satu pohon bersama pot dan tanahnya yang kuletakkan di luar rumah! Kejadian seperti ini sudah berulang, dan ini yang ketiga kalinya pohon cabeku raib bersama pot-potnya.

Di lain waktu, aku sempat memergoki seorang ibu-ibu yang menghampiri pagar rumahku. Saat itu aku sedang ada di depan pintu rumah. Kupikir dia mau bertamu dan menyapa, tapi ternyata ibu itu memetik cabeku dan pergi. Sontak aku tegur dari teras, ”Lain kali kalau mau, minta. Jangan asal petik.” ”Iyaa…” dia buru-buru melengos.

Aku meletakkan pohon cabeku di luar bukan karena mau memberi godaan pada yang melihat. Namun, justru di luarlah pohon cabeku tumbuh subur karena terpapar terus sinar matahari. Akhirnya aku menulis sebuah papan peringatan. ”Minta boleh, mencuri jangan, dosa woi!” Peringatan itu kutempel di tembok depan rumah. 

Aku selalu bertanya-tanya, apa susahnya sih untuk minta? Aku pasti akan berikan cabeku tanpa syarat, asal orang itu mau meminta. Aku tidak akan buat perlombaan balap karung atau minta dia follow akun medsosku hanya untuk mendapatkan cabe yang kutanam. Tapi, sepertinya meminta itu lebih sulit daripada mencuri.

Belakangan kusadari kalau pergumulan ini bukan hanya dialami orang lain, tapi juga diriku. Aku juga sering seperti melakukan yang sama pada Tuhan.

“Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, menerima dan setiap orang yang mencari, mendapat dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu dibukakan.” (Matius 7:7-8).

Perihal meminta, Tuhan Yesus dengan jelas mengundang kita untuk tidak sungkan atau takut datang kepada-Nya. Ada kepastian bagi mereka yang meminta dan mencari dari Tuhan, tidak akan pulang dengan tangan kosong. Namun, sikapku seringkali berlainan dengan firman ini. Aku tidak benar-benar datang dan meminta kepada Tuhan.

Aku punya banyak sangkaan kepada Tuhan. Salah satunya adalah kalau Tuhan tidak semurah hati itu. Aku tahu Tuhan mau aku berjuang keras; Tuhan mau menguji ketekunanku; Tuhan tidak mau aku menjadi malas; jadi aku yakin Dia pasti tidak akan semudah itu memberikan tiap permintaanku. Oleh sebab itu, pikiran ini membuat aku jarang meminta karena sudah menebak ujung-ujungnya aku perlu berjuang sendiri. Alhasil, ketika aku mendapatkan sesuatu, aku merasa itu bukan pemberian Tuhan karena aku sanggup dan bisa sendiri. Aku merasa Tuhan tidak terlibat dan memang tidak perlu terlibat dalam hidupku.

Inilah ketika aku mencuri dari Tuhan. Hasil yang kudapat bukan karena aku yang berjuang sendirian. Kalau pun aku bisa, itu semua karena izin dan keterlibatan Tuhan. Hanya saja aku tidak memberi kredit atau pengakuan pada Tuhan sebab aku merasa tidak pernah meminta.

Padahal ketika aku tidak meminta, aku kehilangan kesempatan menikmati kemurahan Tuhan. Sama seperti orang-orang yang mencuri cabeku. Benar mereka bisa mendapatkan cabeku dengan usahanya sendiri, yaitu dengan mencuri, tapi mereka juga kehilangan kesempatan berelasi denganku. Mereka tidak akan pernah tahu kalau aku rela memberi cabe asal diminta. Begitu juga aku jika mencuri dari Tuhan. Aku akan kehilangan kesempatan menikmati betapa indahnya hati Tuhan sebab aku tidak meminta dari-Nya.

Pencurian lain yang aku lakukan adalah dengan tidak memberikan apa yang sepantasnya diberikan pada Tuhan. Aku tahu Tuhan itu pemilik segala sesuatu, tapi seringkali aku merebut kepemilikan itu. Tak ada hal yang melekat di diriku yang bukan dari Tuhan. Talenta, waktu, kesehatan, harta benda, kasih sayang, pertemanan, dan lain-lainnya adalah milik Tuhan.

Sayangnya, aku sering menggunakan semua pemberian-Nya seenak hatiku. Aku tidak mempersembahkannya kembali untuk kemuliaan Tuhan karena aku khawatir jika aku memberikan seluruh tenagaku untuk melayani-Nya, aku akan kekurangan tenaga untuk tujuan-tujuanku sendiri. Padahal Tuhan adalah pemelihara kehidupan yang murah hati. Tentu Dia tidak akan membiarkan aku bekerja tanpa tenaga. Pemikiran ini membuatku pada akhirnya menahan diri untuk melayani, yang sebenarnya juga sepadan nilainya dengan mencuri dari Tuhan. Aku mencuri sesuatu yang seharusnya dipersembahkan untuk-Nya—hidupku sendiri.

Tuhanlah pemilik hidup kita, punya Dialah kita. Aku tidak perlu takut kehilangan hidup jika memang Tuhanlah pemilik hidup kita. Dia akan memberikan jika aku datang meminta.

“Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan? Jadi jika kamu yang jahat tahu memberi pemberian yang baik kepada anak-anakmu, apalagi Bapamu yang di sorga! Ia akan memberikan yang baik kepada mereka yang meminta kepada-Nya.” (Matius 7: 9-11).

Memang belum tentu Tuhan akan memberi aku roti jika aku memintanya. Tapi, ayat ini memastikan kalau Tuhan tidak akan memberi aku batu jika aku meminta roti. Artinya, Tuhan tidak pernah menjawab permintaanmu dengan memberi yang buruk. Pemberian Tuhan adalah yang terbaik sekalipun hatiku merasa kurang pas. Keyakinan inilah yang mendorongku untuk mencari dan meminta dari Tuhan, bukan lagi mencuri.

Jadi, hari ini, apa yang ingin kamu minta kepada Tuhan?

Sampaikanlah itu kepada-Nya di dalam doa.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Ketika Yesus Bilang Jadilah Seperti Anak Kecil

Tuhan Yesus berkata: “Biarkanlah anak-anak kecil itu. Jangan menghalangi mereka datang kepada-Ku sebab Kerajaan Surga adalah milik orang-orang yang seperti anak-anak kecil ini.” (Mat. 19:14 AYT).

Anak kecil seringkali tidak diperhitungkan kehadirannya, tetapi Tuhan Yesus mengajak kita untuk meneladani mereka. Anak kecil memang tidak tahu banyak hal dan cenderung ceroboh, tetapi mereka selalu ingin tahu, jujur, mau diajar, dan rendah hati.

Apakah semua sikap anak kecil itu ada dalam diri kita? Atau, jangan-jangan usia yang bertambah menghapus semua itu dari dalam diri kita?

Yuk datang pada Tuhan seperti anak kecil yang merindukan dekapan bapanya 🤗

Artspace ini diterjemahkan dari @ymi_today dan ilustrasi dibuat oleh @vessillustration.

Kamu diberkati oleh konten ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Hidup Lebih dari Sekadar Angka dan Kata

Oleh Hendra Winarjo, Surabaya

Sebagai seorang hamba Tuhan yang melayani jemaat, tidak jarang aku mendengar beberapa cerita dari mereka yang saat ini bisa bertahan di tengah resesi ekonomi global seperti ini: “Kalau aku hitung-hitung pemasukanku dan pengeluaranku, itu sebetulnya minus. Tapi aneh, kok aku masih bisa bertahan, ya?” Ada lagi yang pernah berkata, “Kata orang kalau baru jadi agen properti 6 bulan awal belum tentu bisa closing. Bahkan kalau pun ada setidaknya cuma 1. Tapi, kok aku sudah lebih dari dua, ya?”

Sayangnya, tak jarang pula aku mendengar kisah-kisah yang sebaliknya. Ada yang menurut perhitungan akan menguntungkan, tapi realitanya berkata lain. Justru yang ada hanyalah kerugian. Ada juga yang menurut kata orang, atau prediksi para ahli di bidangnya bahwa semuanya akan berjalan baik-baik saja, tapi ternyata ujungnya tidak demikian. Beberapa waktu lalu aku juga baru saja kehilangan seorang kerabat yang menurut kata banyak orang dia sebetulnya akan baik-baik saja. Cukup dirawat, diobati, dan melakukan transfusi darah di rumah sakit, maka akan sembuh pada waktunya, demikian yang kudengar. Namun, setelah dua hari dirawat di rumah sakit, aku justru mendengar kabar yang sebaliknya. Tuhan ternyata punya rencana lain untuknya. Ia pun kini telah pergi ke pangkuan Bapa.

Kisah-kisah ini menuntunku pada satu pemikiran penting yang harus kita sadari bersama sebagai anak-anak Tuhan, bahwa hidup itu lebih dari sekadar angka dan kata. Lebih dari sekadar angka bicara soal kehidupan kita yang sulit untuk dihitung, dikalkulasi, dan diprediksikan. Sekalipun ada lagu gereja yang berjudul “Hitung Berkatmu,” tapi percayalah ada terlalu banyak berkat Tuhan yang sebetulnya luput dari perhitungan kita. Kita juga terbatas untuk bisa mengira-ngira segala sesuatu yang akan terjadi di masa depan.

Berkat Tuhan pun jauh lebih banyak daripada yang dapat kita hitung. Bayangkan, pernahkah kamu menghitung berapa banyak saturasi oksigen yang kamu hirup setiap hari? Pernahkah kamu menghitung keteraturan alam semesta, seperti gaya gravitasi yang memungkinkan adanya kehidupan di bumi ini sebagai berkat Tuhan? Atau, kita sudah terlalu lama hanya menikmatinya saja, tanpa pernah menghitungnya sebagai berkat Tuhan bagi kita? Tapi, sekali lagi, kalau pun kita menghitungnya, satu hal yang perlu kita sadari adalah Tuhan bekerja melampaui apa yang bisa kita hitung. Begitu juga dengan pergumulan dosa kita. Sudah berapa kali kita jatuh dan bangun di dalam dosa yang sama? Tapi anugerah Allah yang sama di dalam Kristus itu juga masih menopang kita untuk dapat bangkit lagi dan lagi melawan dosa.

Tidak hanya lebih angka, hidup juga lebih dari kata. Ketika hidup lebih dari sekadar kata, maka ini bicara soal kehidupan kita yang sulit untuk diatur dan diperkirakan. Ada berapa banyak orang yang hari ini punya berbagai teori, “kalau kamu lakukan X, maka kamu akan dapatkan Y.” Misalnya, aku pernah mendengar seorang yang berkata, “kalau kamu mau istrimu punya anak laki-laki, maka dia harus makan lebih banyak daging, daripada sayuran.” Pertanyaannya, apa jaminannya? Siapa kamu yang berteori seperti itu? Apakah teorimu cocok dengan kehendak Tuhan? Belum tentu, ‘kan?

Tuhan Yesus pun pernah dicobai oleh Iblis dengan teori “jika-maka” di padang gurun. Di antara ketiga teori sekaligus pencobaan itu, dalam Matius 4:9, misalnya, si Iblis berteori bahwa “semua itu (semua kerajaan dunia dengan kemegahannya) akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku.” Pertanyaan yang sama bisa kita ajukan, apa jaminannya si Iblis akan memberikan semua itu pada Tuhan Yesus? Siapa dia untuk berteori begitu?

Pada kenyataannya, Tuhan Yesus tidak tunduk dan berusaha menyenangkan hati si Iblis dengan mengaplikasikan teori-teorinya. Kita semua tahu betul bahwa kisah pencobaan di padang gurun itu (Mat. 4:1-11 dan Luk. 4:1-13) justru menunjukkan bahwa bukan kata-kata Iblislah yang berkuasa, tapi kata-kata Tuhan. Setiap kali Tuhan Yesus menjawab Iblis, Ia selalu mengutip firman Tuhan (Mat. 4:4, 7, 10). Apa artinya? Kehidupan yang kita jalani memang betul lebih dari kata, tapi kata yang dimaksud ialah kata-kata manusia, termasuk kata-kata si jahat. Tidak ada satu pun kata-kata di dunia ini yang lebih berkuasa daripada kata-kata Tuhan. Karena itu, sangat aneh apabila selama hidup kita terus menuruti kata-kata orang, daripada kata-kata Tuhan.

Ketika kehidupan kita tunduk pada dua fakta, yaitu lebih dari angka dan lebih dari kata, maka itu artinya kita perlu menjalani hidup ini dengan penuh kerendahan hati. Jangan pernah berpikir kita bisa mengetahui semua yang akan terjadi di masa depan dengan pikiran kita sendiri. Bukankah sudah ada cukup banyak bukti yang acapkali bicara di luar perhitungan dan perkataan kita maupun orang lain?

Mari kita lebih andalkanlah Tuhan dan firman-Nya di dalam hidup ini. Aku berharap ketika kamu menemui jalan buntu dan seolah-olah tidak ada jalan keluar di dalam hidupmu, maka itu adalah ajakan untukmu untuk lebih percaya pada hati Tuhan dan hadirat-Nya. Sebab, sesungguhnya Tuhan sendiri pun bekerja melampaui angka dan kata, lebih dari yang dapat kita pikirkan dan perkatakan. Ia sudah pernah membuktikan itu ketika Ia merespons masalah dosa manusia, bukan hanya lewat kata-kata, tapi lewat aksi nyata di atas kayu salib. Kiranya Injil Kristus ini menolong kita untuk menjalani kehidupan kita yang serba tidak pasti seperti hari ini. Amin.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥