Posts

Barnabas, Sosok di Balik Nama Besar Paulus

Oleh Aris Budhiyanto, Surabaya

“Kebahagiaan seorang guru adalah melihat mantan anak didiknya menjadi orang yang berhasil”, demikianlah kata guruku dalam acara reuni sekolah. Kata-kata beliau mengingatkanku pada sebuah nama dalam Alkitab. Nama tokoh ini tidak menjadi judul dari suatu kitab, tetapi teladannya berhasil melahirkan seorang tokoh yang berpengaruh besar terhadap kekristenan, dialah Barnabas.

Kisah tentang Barnabas tercatat pada kitab Kisah Para Rasul. Barnabas adalah orang yang pernah menjadi mentor bagi Paulus dan Markus. Semua orang pasti mengenal Paulus, penulis banyak kitab dalam Perjanjian Baru, dan Markus, penulis Injil Markus, tetapi mungkin tidak banyak yang mengenal Barnabas.

Catatan historis menyebutkan bahwa Barnabas aslinya bernama Yusuf. Setelah dia menjual hartanya dan menyerahkan hasil penjualannya kepada para rasul, dia pun diberi nama baru “Barnabas”. Nama Barnabas berarti ‘anak penghiburan’ (dalam Alkitab terjemahan baru—Kisah Para Rasul 4:36). Tetapi aku lebih menyukai arti namanya dalam Alkitab New International Version, yaitu son of encouragement yang berarti orang yang memberikan semangat, menguatkan dan mendorong orang lain. Kurasa nama ini sangat mencerminkan karakter Barnabas karena dia berhasil menguatkan dua orang yang ditolak olah orang lain hingga mereka menjadi orang-orang yang berdampak, bahkan mungkin lebih signifikan dari Barnabas sendiri.

Untuk dapat lebih utuh memahami karakter Barnabas, aku mengajakmu untuk membuka Kisah Para Rasul 9:26-27, di sana tertulis:

“Setibanya di Yerusalem Saulus mencoba menggabungkan diri kepada murid-murid, tetapi semuanya takut kepadanya, karena mereka tidak dapat percaya, bahwa ia juga seorang murid. Tetapi Barnabas menerima dia dan membawa kepada rasul-rasul dan menceriterakan kepada mereka, bagaimana Saulus melihat Tuhan di tengah jalan dan bahwa Tuhan berbicara dengan dia dan bagaimana keberaniannya mengajar di Damsyik dalam nama Yesus.”

Mari kita posisikan diri ada pada konteks situasi momen tersebut. Saulus yang telah berganti nama menjadi Paulus adalah sosok penganiaya jemaat yang mengerikan di mata orang Kristen. Siapakah yang bisa menjamin bahwa kisah pertobatan Paulus adalah cerita sungguhan, bukan tipu daya untuk menjerat orang-orang Kristen? Ananias saja yang mendengar langsung suara Tuhan untuk menjumpai Paulus meragukan kesungguhan pertobatan Paulus! (ayat 13).

Namun, pada ayat 27 kita melihat bagaimana Barnabas bersedia membuka diri untuk menerima dan memberi kesaksian tentang Paulus yang telah bertobat di hadapan murid-murid yang lain. Ini bukanlah tindakan mudah. Ada risiko besar di balik tindakan Barnabas untuk percaya dan memasukkan si “pembunuh” ke dalam kelompok orang percaya. Barnabas berani menentang ketakutan komunal para murid dengan memberi ruang bagi rasa percaya untuk tumbuh. Berkat tindakan Barnabas ini, Paulus pun tetap bersama-sama dengan mereka di Yerusalem dan dengan keberanian mengajar dalam nama Tuhan (ayat 28).

Setelah diterimanya Paulus sebagai bagian dari komunitas orang percaya, Alkitab memang tidak menceritakan secara langsung bagaimana Barnabas menjadi mentor bagi Paulus. Namun, aku yakin dalam perjalanan misi mereka Barnabas banyak memberikan kesaksian dan membagikan kehidupan dan karya Yesus kepada Paulus yang saat itu masih menjadi petobat baru, sehingga turut mendorong dan menguatkan pertumbuhan iman Paulus.

Kesediaan Barnabas untuk menerima orang lain juga nampak saat dia memutuskan untuk menerima dan membawa Markus dalam perjalan misi mereka, meskipun Paulus menentang hal itu sehingga berakibat pada perselisihan dan perpecahan tim misi mereka (Kis. 15:39-40). Aku tidak tahu apa yang terjadi secara spesifik saat itu, tapi seperti yang dahulu dilakukannya dengan memberi ruang untuk mempercayai Paulus, Barnabas kembali melakukannya. Paulus menilai Markus adalah sosok yang buruk karena pernah meninggalkan mereka dalam perjalanan misi sebelumnya (Kis. 13:13), tetapi Barnabas melihat potensi dalam diri Markus dan ingin memberinya kesempatan kedua.

Keputusan Barnabas ini tentunya disertai tanggung jawab mendorong dan menguatkan Markus hingga dia bertumbuh dan menjadi salah satu penulis kitab Injil. Bahkan di kemudian hari Paulus sendiri mengakui bahwa pelayanan Markus sangat penting (1 Tim. 4:11).

Catatan-catatan di Alkitab mengenai sosok Barnabas mungkin tidak banyak, tetapi teks ini cukup menunjukkan pada kita bagaimana Roh Kudus bekerja melalui hati Barnabas. Pada kondisi ketika menjadi orang Kristen adalah status yang begitu berbahaya karena dikejar oleh para penganiaya, mempercayai seseorang bisa jadi hal sulit karena kepercayaan itu bisa jadi celah bagi pengkhianatan atau tipu daya. Namun, di tengah ancaman sulit sekalipun, Barnabas tidak membuat hatinya mati rasa oleh ketakutan. Dia tetap menghidupkan hatinya untuk menjadi hati yang berbelas kasih. Barnabas mau menguatkan dan mendorong orang lain karena dia memiliki kedekatan dan pengenalan pribadi dengan Tuhan Yesus Kristus. Kendati Alkitab tidak menyebutkan bagaimana Barnabas berinteraksi secara pribadi dengan Yesus, tetapi dapat dipastikan dia telah menerima Roh Kudus dan hidup dalam pimpinan-Nya. Hal ini nampak dari bagaimana dia turut berkontribusi pada pertumbuhan jemaat mula-mula, di mana dia menjual ladang miliknya, lalu membawa uangnya itu dan meletakkannya di depan kaki rasul-rasul (Kis. 4:37), dan bagaimana Roh Kudus secara khusus memilih dia dan Paulus untuk mengabarkan Injil kepada orang-orang non-Yahudi.

Sebuah pertanyaan bagi kita di masa kini: apakah kita bersedia menerima, mendorong, menguatkan orang lain, seburuk apa pun orang itu, dan siap menerima segala konsekuensinya, bahkan jika di kemudian hari kita dilupakan dan orang yang kita kuatkan tersebut tumbuh menjadi orang yang dipakai Tuhan luar biasa?

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Yang Seharusnya Terlupakan, Tapi Teringat Sepanjang Masa

Oleh Astrid Winda Sondakh, Sulawesi Utara

Ada satu riset yang mengatakan bahwa hanya tokoh-tokoh terkenal dan berpengaruh yang cerita hidupnya akan selalu terkenang lebih dari satu abad. Jika kamu cuma orang biasa, umumnya setelah tiga generasi berlalu kisah hidupmu akan lenyap dan tak lagi diketahui orang.

Tapi, ada kisah seorang miskin yang tidak punya pengaruh apa pun pada masyarakat di zamannya. Bahkan jika dia masuk ke rumah ibadah pun, orang-orang tak menghiraukannya. Tapi, kisahnya lestari, terkenang dan terus dituturkan sebagai teladan iman akan pemberian yang berkenan pada Allah sampai kepada hari ini.

Kisah orang miskin ini tercatat karena pada suatu kali Yesus sedang duduk menghadap peti persembahan dan memperhatikan bagaimana orang banyak memasukkan uang ke dalam peti itu. Setelah orang-orang kaya memasukkan kepingan uang dalam jumlah besar, datanglah seorang janda miskin yang hanya memasukkan dua uang tembaga, uang receh terkecil. Si janda miskin ini sungguh menarik perhatian Yesus, sampai-sampai Dia memanggil para murid untuk mengapresiasi pemberian receh itu. “… Janda miskin ini memberi lebih banyak daripada semua orang yang memasukkan uang ke dalam peti persembahan. Sebab, mereka semua memberi dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya semua yang milikinya, yaitu seluruh nafkahnya.” (Markus 12:41-44).

***

Hatiku tergugah membaca kembali cerita janda miskin ini, dan mengingatkanku jika cerita ini dibandingkan dengan masa sekarang, siapakah yang mau memberi di tengah kondisi kekurangan? Dalam konteks kehidupan kita sehari-hari, umumnya memberi dilakukan pada saat kita berkelebihan atau cukup. Semisal, saat kita punya makanan lebih, maka kita membagikannya pada tetangga. Jika kita sendiri kurang, bukankah sulit untuk memberi?

Aku pernah mengalami momen seperti itu. Secara materi, waktu itu uangku tinggal sedikit sehingga untuk memberi rasanya begitu berat karena sesungguhnya uangku itu harus kugunakan untuk keperluan besok hari. Alhasil aku pun tidak jadi memberi karena khawatir.

Kembali pada kisah tentang janda miskin yang memberi dua keping uang tembaga, pada masa itu hidup seorang janda sangatlah susah karena faktor budaya. Ketika seorang perempuan menikah, maka dia akan menjadi milik suaminya, termasuk juga seluruh hartanya. Jika suaminya meninggal, maka posisi perempuan menjadi rentan karena sosok yang seharusnya melindunginya telah tiada. Tidak banyak lapangan kerja tersedia bagi seorang janda di masa itu, sehingga mendapatkan penghasilan layak sangatlah sulit. Dua peser yang dimiliki janda itu sama dengan 1/128 dinar, sedangkan upah buruh satu hari adalah 1 dinar. Artinya, apa yang dimiliki sang janda jauh lebih kecil daripada penghasilan seorang buruh. Dalam kondisi yang sangat miskin, justru janda itu memberikan segala yang dia miliki buat Tuhan.

Alkitab tidak mencatat apa yang Yesus lakukan setelah melihat janda miskin itu. Tetapi, kita dapat dengan iman meyakini bahwa Tuhan memberkati janda itu. Salah satunya adalah dengan kisah teladannya yang tercatat dalam Injil dan memberkati orang-orang Kristen turun temurun.

Memberi dalam masa kekurangan memang tidak mudah. Setelah aku sempat gagal memberi, ada suatu masa ketika aku kembali belajar untuk memberi di tengah kekurangan. Waktu itu uangku benar-benar telah menipis, tapi saat itu aku tetap tergerak untuk mengembalikan persepuluhan. Aku yakin pemberianku bukanlah untuk meminta berkat, tapi karena syukur atas berkat-berkat yang telah kunikmati, bukan hanya sekadar berkat materi namun aku bisa bangun di pagi hari, bernafas, punya tubuh yang sehat dan kuat juga berkat yang Tuhan anugerahkan bagiku. Seharusnya aku bisa saja untuk tidak memberi dengan alasan uangku telah menipis. Lagipula tidak akan ada orang yang tahu kalau bulan itu aku memberikan persepuluhan atau tidak. Saat aku memutuskan memberi, tidak ada rasa terpaksa di hati. Yang ada hanyalah sukacita dan damai sejahtera. Satu minggu setelahnya, aku tidak kekurangan! Padahal saat itu aku tahu uangku telah menipis. Hari demi hari aku diberi-Nya berkat kecukupan dan kelimpahan. Aku begitu terharu melihat kebaikan Tuhan kala itu. Dia memberikanku lebih daripada apa yang bisa kuberikan buat-Nya.

Teladan janda miskin adalah cerita yang mengajarku untuk tidak perlu takut dalam memberi kepada sesama yang membutuhkan, terlebih lagi buat Tuhan. Mungkin dalam situasi seperti saat ini, sangat sulit untuk memberi dalam hal keuangan, namun ada hal lain yang bisa kita beri, yaitu tenaga, kasih sayang, dan waktu.

Teman-teman, memberi di tengah kekurangan tidak akan membuat kita menjadi kurang, namun justru semakin berkelimpahan di dalam kasih setia Tuhan. Meski mungkin ketika kita memberi, situasi dan keadaan kita masih tetap sama, namun ingatlah bahwa berkat sesungguhnya bukan hanya tentang materi, bisa juga tentang kesehatan, pergaulan yang baik, dan lain sebagainya.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥