Posts

Pilihan Ceroboh Hari Ini Mendatangkan Petaka di Masa Depan

Oleh Fandri Entiman Nae, Manado

Sepuluh tahun lalu aku bersama beberapa teman memulai pelayanan di salah satu rumah sakit di kota Manado. Setiap minggu pagi sebelum ke gereja atau minggu malam setelah ibadah, kami masuk ke ruangan-ruangan yang dipenuhi orang-orang sakit untuk berdoa dan memberitakan Injil di sana. Itu merupakan pengalaman yang menguras emosi tetapi sangat berharga. Kami telah bertemu berbagai macam orang dengan berbagai macam penyakit. Bahkan aku sering terkejut dengan penyakit-penyakit langka yang tidak pernah kudengar sebelumnya.

Bertahun-tahun berlalu dan aku memikirkan ada sesuatu yang sering kali hilang dari pesan banyak hamba Tuhan kepada orang-orang Kristen, yakni “jagalah tubuh yang Allah berikan”.

Mari kita berterus terang bahwa tidak semua manusia dilahirkan dengan kondisi yang prima. Harus diakui bahwa di dalam dunia ini ada hal-hal yang bisa kita pilih, tetapi juga ada hal-hal yang tidak bisa kita pilih. Dalam keluarga seperti apa seseorang dilahirkan, warna kulit apa yang ia miliki—termasuk kelainan fisik apa yang dipunyainya—tidak ditentukan oleh orang yang bersangkutan. Hal-hal semacam itu terjadi di luar kendali kita, tetapi tidak pernah lepas dari kedaulatan Allah. Namun, dengan semua kelebihan maupun keterbatasan kita, selalu ada pilihan-pilihan penting yang tersedia di depan kita. Beragam pilihan itu benar-benar sangat menentukan banyak hal yang akan terjadi di kemudian hari, salah satunya pilihan hidup menyangkut kesehatan.

Sedih sekali setiap mendengar beberapa orang berkata, “Hidup sehat atau tidak hidup sehat, toh kita mati juga.” Yang lain bahkan lebih spesifik, “Merokok atau tidak merokok, semua mati juga.”

Untuk teman-teman yang suka berkata begitu, aku ingin sekali bertanya, “Mengapa kamu tidak membanting handphone yang baru kamu beli?” atau “Apakah kamu akan memasukkan lumpur ke tangki bensin motor kesayanganmu?”

Aku yakin semua orang ingin agar HP, motor, kaos, dan benda-benda berharga miliknya, meskipun tidak kekal, setidaknya awet untuk waktu yang relatif lebih lama. Mengapa? Karena semakin awet, semakin lama dipakainya; semakin banyak manfaatnya.

Dalam bukunya Homo Deus: A brief History of Tomorrow, Yuval Noah Harari mengatakan bahwa jika masalah di beberapa tempat adalah kekurangan makanan, di tempat lain masalahnya malah disebabkan oleh kelebihan makanan. ¹Harari benar, bukan? Maaf, tetapi silakan selidiki sendiri berapa banyak kasus diabetes di negara ini setiap tahun. Seperti yang telah kusinggung sebelumnya, banyak sekali pilihan ceroboh yang kita ambil pada masa lampau telah menyebabkan kesulitan-kesulitan serius pada hari ini. Sedihnya, beberapa orang malah menuduh Allah sebagai biang keroknya. Bukankah aneh jika ada orang yang senang mabuk-mabukan, tidak pernah berolahraga, sering keluyuran malam, tidak beristirahat cukup, makan tidak teratur dengan menu sembarangan, lalu menderita sakit, tetapi menuduh Allah berbuat kejam?

Mengkonsumsi makanan yang baik, beristirahat dengan cukup, dan berolahraga adalah hal-hal positif yang dapat kita lakukan bagi kemuliaan Allah. Rasul Paulus menuliskan pada Timotius betapa pentingnya “ibadah” bagi orang percaya, tetapi ia juga mengatakan bahwa meskipun terbatas, latihan badani juga berguna (1 Tim. 4:8). Tubuh kita memang semakin hari semakin rapuh, tetapi itu bukan alasan bagi kita untuk sengaja merusaknya. Bahkan pada bagian lain dalam surat yang sama sang rasul mengingatkan anak rohaninya itu untuk mengatasi masalah kesehatan pencernaan yang sedang dihadapinya (2 Tim. 5:23). Artinya, Paulus juga memperhatikan kesehatan Timotius yang memegang tanggung jawab yang tidak main-main. Bayangkan saja apa yang akan terjadi jika masalah kesehatan Timotius malah membuat pelayanannya tidak berjalan maksimal?

Sederhana saja, jika kita yang sakit, maka kita yang lebih banyak dilayani. Sebaliknya jika kita yang sehat, maka kita akan lebih banyak melayani. Aku ingat ketika terbaring lemah di rumah karena suatu penyakit yang “kucari-cari sendiri” dan membuat orang-orang terdekatku menjadi sibuk dan kelelahan. Sesuatu yang aku sesali. Bukankah ada banyak hamba Tuhan yang tiba-tiba harus membatalkan jadwal pelayanannya karena terhambat masalah kesehatan?

Misalnya dalam pelayanan Paulus. Kita tahu bahwa ia menghadapi kesulitan-kesulitan yang mungkin tidak dialami oleh banyak dari kita yang hidup pada masa kini. Keterbatasan dalam banyak hal telah membuatnya kehilangan “pilihan-pilihan baik” yang sekarang tersedia tepat di depan mata kita. Dalam 1 Korintus 11:27, Paulus menceritakan tantangan-tantangan dalam pelayanannya demi memelihara jemaat-jemaat. Ada kondisi di mana ia tidak bisa makan makanan tinggi protein karena ia memang tidak punya makanan apapun. Ia juga pernah kekurangan waktu untuk beristirahat karena kondisinya yang tidak memungkinkan. Sementara itu, beberapa dari kita malah lebih memilih kelaparan, yang penting punya lipstick yang sedang trend. Atau ada yang setiap harinya, tanpa absen, lebih memilih fastfood yang dipenuhi lemak jahat untuk dikonsumsi ketimbang buah-buahan yang penuh dengan serat dan vitamin.

Patut disayangkan jika ternyata ada yang bisa kita lakukan untuk mencoba mencegah satu penyakit tetapi malah berpasrah diri lalu tiba pada kondisi harus mengobati dengan susah payah.

Sebenarnya berdoa bagi orang sakit memang adalah kewajiban kita sebagai orang Kristen, secara khusus para hamba Tuhan. Tetapi, memberikan edukasi agar seseorang tidak “mencari-cari penyakit” merupakan keharusan yang lain.

Kuingatkan lagi, memang ada hal-hal yang dapat terjadi di luar kendali kita. Mungkin kita sudah berusaha, tetapi muncul hal-hal yang mengejutkan kita.

Misalnya ada orang-orang tertentu yang sudah rajin berolahraga dan mengkonsumsi makanan sehat lalu ternyata mendapati dirinya mengidap kanker. Hal itu memang amat memilukan hati. Namun, setidaknya ia telah melakukan apa yang dapat ia lakukan, memilih apa yang harusnya ia pilih, dengan mengambil keputusan untuk berupaya hidup sehat. Sisanya? Mari serahkan kepada Allah! Lakukan saja tugas kita dan biarkan Allah mengerjakan bagian-Nya.

Jika dengan segala doa dan perjuangan kita, tubuh kita tetap digerogoti oleh penyakit mematikan, kita tetap punya satu harapan yang kokoh. Kita punya Allah yang berjanji akan memberikan tubuh yang baru bagi kita. Kita punya Yesus Kristus yang telah bangkit dengan tubuh-Nya setelah menderita dan mati karena dosa-dosa kita.

¹Yuval Noah Harari, Homo Deus: A brief History of Tomorrow, pen. Yanto Musthova (Tangerang Selatan: Pustaka Alvabet, 2018), 5-6.

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Ketika Kakek Melarangku Makan Gorengan

Oleh Cynthia Sentosa, Surabaya

Sore hari itu, seorang kakek bersama cucunya yang sudah berusia remaja sedang jalan-jalan di sebuah mal menikmati waktu bersama.

“Kakek sekarang lapar, cari makan yuk,” ajak sang kakek. Cucunya pun mengiyakan.

Mereka kemudian berjalan ke area pujasera dan mencari tempat duduk lebih dulu. Setelah menemukan meja kosong, kakek meminta cucunya duduk menjaga meja, sementara dia antre membeli makanan. Tak lama setelahnya, kakek kembali dengan makanan yang dibawanya di atas nampan.

“Kok nggak beli gorengan, Kek?” tanya cucunya.

Kakek menggeleng. Diletakkannya nampan itu di meja, lalu dia menarik kursi dan duduk. “Enggak baik makan terlalu banyak gorengan,” sahutnya. “Tadi di rumah kan kita udah makan gorengan buatan mama kamu.”

Seperti langit cerah yang tiba-tiba mendung, begitu pula perubahan ekspresi sang cucu. Tak ada lagi senyum dan rasa senang. Makanan pun disantapnya dengan tidak bergairah. Kakek sudah bisa menebak alasan di balik perubahan sikap itu, tapi dia ingin memastikan lagi apakah sungguhan hanya karena gorengan waktu makan bersama ini jadi kaku.

“Kamu tiap makan harus selalu ada gorengan ya?”

“Kadang kalo enggak ada gorengan, aku pake kerupuk.”

Mereka pun makan dengan hening. Setelah selesai makan, sebelum beranjak dari kursi, kakek membuka suaranya lagi.

“Kamu enggak boleh makan gorengan terlalu banyak ya. Coba lebih banyak makan sayur dan buah, karena makan gorengan yang berlebihan tidak baik untuk tubuhmu.”

Sang cucu sudah menduga akan dinasihati oleh kakeknya, jadi dia membalasnya dengan argumen. “Aku sekarang sehat kok! Tenang saja, anak muda itu metabolisme tubuhnya baik. Jadi selama masih muda, makan yang tidak sehat seharusnya baik-baik saja.”

“Iya, kakek tahu kok. Kakek juga pernah muda. Tapi, kalo kamu terlalu banyak makan makanan yang enggak sehat itu berdampak di masa tuamu.”

Sebelum sang cucu sempat membalas lagi, kakek melanjutkan, “Buktinya ada teman kakek yang dulu masa mudanya juga sama kayak kamu makan yang enggak sehat terus akibatnya sekarang di masa tuanya dia harus menjaga makan karena kolesterolnya tinggi. Kakek bukan melarang kamu makan makanan yang tidak sehat, tetapi kakek minta kamu untuk membatasi makan makanan yang tidak sehat supaya di masa tuamu nanti kamu bisa sehat sama seperti kakek.”

Sang cucu pun hanya terdiam mendengar nasihat kakeknya, bukan karena marah tapi karena dia melihat berdebat dengan kakeknya adalah hal yang sia-sia. Sama seperti dia yang punya seribu cara untuk mempertahankan pendapatnya, kakeknya pun demikian. 

***

Setiap dari kita pasti tidak asing dengan omelan ataupun larangan tidak boleh makan makanan yang tidak sehat, entah dari kakek nenek kita atau pun dari orang tua kita. Sebenarnya kita tahu risiko dari gaya hidup kita yang tidak sehat, namun melihat kondisi tubuh kita yang sejauh ini masih sehat-sehat saja mungkin membuat kita cuek saja ketika harus mengikuti saran mereka untuk memiliki gaya hidup yang sehat. Pikir kita: Selama kita masih kuat bukankah sebaiknya kita menikmati masa muda kita dengan melakukan sesuatu yang kita suka? Termasuk juga dalam hal pelayanan.

Contohnya: Pernah enggak sih, kita rela kurang tidur asal dekorasi fellowship remaja selesai? Pernah enggak, waktu komsel ditawarin mau makan apa kita biasanya request makan ayam geprek dan sejenisnya yang level pedasnya selangit?

Sesekali berkorban dengan tidur larut malam itu sebenarnya sah-sah saja, tapi ingat kata kuncinya, “sesekali”. Bila ini jadi pola dan dianggap jadi kewajaran, nah mungkin kita perlu berhenti sejenak. Kita mungkin sadar kalau gaya hidup seperti ini tidak sehat, tapi satu sisi kita juga punya argumen. Misalnya, “Kalau enggak kurang tidur nanti dekornya enggak selesai lho,” “Kan kita masih belum punya banyak uang, jadi meskipun enggak sehat yang penting kan enak dan kenyang.”

Sebenarnya, bagaimana sih baiknya menghadapi hal ini? Apa iya kita harus ikut nasihat orang tua kita untuk hidup sehat? Atau sebenarnya enggak kenapa-kenapa kok kalau kita mau makan sebebas kita atau melakukan apa pun sesuka kita, selama kita masih muda, kuat, dan tahu batasan kita? Untuk menjawab kegalauan ini, mari kita lihat apa yang firman Tuhan sampaikan tentang memiliki gaya hidup yang sehat. 

1 Korintus 10:23, Paulus berkata: ““Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.”

Dalam bagian ini, Paulus memang tidak membahas tentang seperti apa gaya hidup yang benar secara spesifik. Paulus sedang menjadi penengah bagi jemaat Korintus yang sedang berkonflik karena adanya perbedaan pendapat di antara mereka. Nasihat Paulus ini juga berlaku bagi kita yang saat ini berbeda pendapat dengan orang tua kita dalam menerapkan gaya hidup yang sehat.

Paulus menasihatkan bahwa apa yang jemaat Korintus lakukan seharusnya berfokus kepada kemuliaan Tuhan dan bukan untuk kepentingan pribadi. Sama halnya dengan kita, ketika kita bingung memilih gaya hidup seperti apa yang sehat, yang benar, dan mungkin tidak jarang kita juga sampai harus adu argumen dengan orang tua kita tentang gaya hidup yang sehat, ada baiknya kita ingat nasihat Paulus ini. Apakah gaya hidup kita saat ini sudah memuliakan Tuhan?

Gaya hidup yang sehat tidak berarti kita harus menjadi berubah ekstrem, semisal jadi vegetarian atau tidak boleh begadang sama sekali. Gaya hidup yang sehat adalah gaya hidup yang memuliakan Tuhan. Jadi, mari kita lihat gaya hidup kita sejauh ini. Apakah ketika kita memilih untuk kurang tidur itu untuk memuliakan Tuhan? Misalnya kita kurang tidur karena harus menjaga orang sakit atau justru kita memilih kurang tidur karena untuk kepentingan kita sendiri seperti misalnya mau main game? Apakah ketika kita makan, kita sudah memuliakan Tuhan? Misalnya, bersyukur atas makanan yang ada dan menghabiskannya, atau kita memuliakan diri kita sendiri dengan misalnya, pesan makan sebanyak-banyaknya lalu kalau tidak habis kita membuangnya.

Teman-teman, marilah kita jadikan Tuhan sebagai standar kehidupan kita. Kita sudah diselamatkan dari hukuman dosa dan telah diangkat menjadi anak-anak Allah sehingga seluruh kehidupan kita seharusnya untuk memuliakan Allah. Sebelum kita sibuk berdebat menentukan pola hidup yang sehat, ada baiknya kita selidiki hati kita terlebih dahulu. Apakah gaya hidupku selama ini sudah memuliakan Tuhan?

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Tak Selamanya Muda, Tak Selamanya Sehat

Oleh Jenni, Bandung

Amsal 20:29 bertuliskan, “Hiasan orang muda adalah kekuatannya, dan keindahan orangtua ialah uban.” Ayat ini benar adanya dan mengingatkan akan diriku yang masih remaja hingga pemudi. Masa itu memang luar biasa. Di sela kesibukanku bersekolah dan bekerja, tubuhku sanggup begadang dan makan makanan pedas sesukaku. Hampir setiap malam, hampir setiap hari. Akan tetapi segalanya punya batas, termasuk tubuhku.

Aku pun jatuh sakit, dan akhirnya setelah memperbaiki gaya hidup, sekarang aku bisa kembali sehat dan berkegiatan. Namun, melihat ke belakang, aku sadar bahwa menjaga kesehatan itu bukan sekadar supaya tidak sakit. Kali ini, dengan tuntunan Tuhan serta pengalamanku, aku ingin berbagi mengenai mengapa kita perlu menjaga dan merawat kesehatan.

1. Kesehatan adalah sebuah anugerah yang perlu kita pertanggungjawabkan

Usia muda-mudi adalah usia gemilang. Tubuh yang kuat, daya serap tinggi, dan organ tubuh beserta metabolisme yang ajaib, semuanya berfungsi dengan maksimal. Aku adalah salah satu pemudi yang merasakan hal yang sama. Akan tetapi berdasarkan pengalamanku, ada satu karakter orang muda yang bisa menjadi kelemahan, yaitu pengendalian diri.

Pada Mazmur 127:4 tertulis, “Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan, demikianlah anak-anak pada masa muda.” Kemampuan dan kapasitas orang muda yang begitu besar bisa melakukan banyak hal. Namun, tanpa bimbingan dan pengendalian diri, kaum muda bisa jadi tidak terarah. Itulah yang aku abaikan saat remaja. Aku mengabaikan teguran dan peringatan orang tuaku untuk tidak bergadang dan makan sehat. Dan sebelum usiaku mencapai 25, penyakit asam lambung yang tidak terkontrol adalah buah yang aku tuai dari perbuatanku.

Kesehatan adalah anugerah yang kita dapat dengan cuma-cuma. Tapi, tidak selamanya kita sehat. Akan ada saatnya kita menuai apa yang kita konsumsi dan lakukan di masa muda. Karena itulah menjaga kesehatan adalah salah satu tanggung jawab. Namun, sebagai orang muda, ada kalanya kita tidak mampu mencari arah. Dengan emosi yang menggebu-gebu, sulit untuk mengendalikan diri. Karena itulah, selagi bimbingan itu ada untuk kita, yuk lebih dengar-dengaran dan memegang didikan itu.

2. Kita tidak hidup untuk diri kita sendiri

Dulu aku tidak mengerti bahwa menjaga kesehatan diri sendiri memiliki hubungan dengan orang lain. Kukira aku sehat itu untuk diri sendiri. Ternyata aku salah. Setelah jatuh sakit karena asam lambung, barulah aku paham.

Ternyata kalau kita sakit, orang sekeliling kita pun akan terdampak. Perhatian, waktu, dan tenaga mereka akan tercurah pada kita. Saat sakit asam lambung membuatku tidak bisa bekerja, mamaku tanpa mengeluh merawatku hingga sembuh. Karena kecerobohan dan kurangnya pengendalian diri, aku sakit dan mamaku terkena dampaknya.

Sejak saat itu aku sadar arti menjaga kesehatan untuk orang sekitar. Aku pun jadi berpikir lebih jauh mengenai penyakit yang bisa timbul dari pola hidup dan bisa diturunkan risikonya. Menjaga kesehatan manfaatnya tidak hanya buat diri kita sendiri, tapi juga buat orang sekitar kita dan masa depan. Dan, mudah-mudahan dengan tubuh yang kuat kita bisa melakukan rencana Tuhan dalam hidup kita.

3. Bagaikan talenta, dengan kesehatan kita bisa melakukan banyak perbuatan baik

Di Alkitab, Musa tercatat telah melakukan banyak sekali hal. Dari memimpin orang Israel keluar Mesir ke Tanah Kanaan, hingga menulis kitab-kitab di Perjanjian Lama. Bahkan Pada Kitab Ulangan 34:7 tertulis, “Musa berumur seratus dua puluh tahun, ketika ia mati; matanya belum kabur dan kekuatannya belum hilang.” Betapa hebatnya perpaduan tubuh yang kuat dengan rencana Tuhan!

Baru-baru ini ada sebuah kejadian. Saat hendak pulang kerja ternyata ban motorku kempes. Aku jadi harus ke tukang tambal ban. Begitu ditambal, aku bisa pulang tanpa terhambat apa pun lagi. Begitu juga dengan sebuah perjalanan hidup. Saat sakit, kegiatan kita terbatas. Mungkin ruang lingkup perbuatan kita pun jadi tidak seluas saat masih sehat.

Untuk melakukan hal besar maupun yang terlihat kecil, kita memerlukan tubuh dan pikiran yang kuat dan sehat. Jasmani dan rohani yang sehat akan memperlengkapi kita dalam melakukan perbuatan baik, yang bisa Tuhan pakai untuk menyentuh hati seseorang dan berdampak berlipat ganda dalam kehidupannya.

***

Masa muda adalah pemberian Tuhan yang berharga. Di sana ada semangat yang menggebu-gebu, dan kekuatan fisik yang luar biasa. Bagian kita adalah mengelola dengan menjaga dan merawatnya. Dengan tubuh dan pikiran yang sehat, kita bisa melakukan dan menghasilkan hal baik dalam pimpinan Tuhan. Semoga sharing tadi bisa memberikan hal yang baik bagi teman-teman!

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥