Posts

Kembali Ke Gym Mengajariku Apa Artinya Menjadi Tahan Uji

Oleh Gabriel Angelia, Malang

Sudah kurang lebih satu bulan ini aku rutin pergi ke gym. Bukan karena ikut-ikutan tren yang sedang marak di sosial media, tetapi aku sadar bahwa berat badanku sudah mengarah ke obesitas. Selain itu, olahraga juga sebenarnya bukan hal yang asing karena saat sekolah dulu aku memiliki segudang prestasi di bidang futsal. Namun sayangnya, tahun 2023 kemarin aku mangkir berolahraga.

Aku mulai kembali terpacu untuk berolahraga di awal tahun ini sehingga aku mencari informasi tentang beberapa gym di Malang. Salah satu gym yang aku datangi merupakan tempat di mana aku bertemu kembali dengan temanku yang juga merupakan Personal Trainer (selanjutnya disingkat PT). Pertemuanku dengan PT itu membuatku semakin sadar bahwa menjadikan olahraga sebagai rutinitas adalah hal yang sangat penting. Olahraga bukan hanya sebatas hal yang membuat tubuh kita sehat, tetapi olahraga adalah kegiatan yang menolong kita bisa belajar tentang kehidupan, salah satunya tentang ketahanan uji (endurance).

Selama beranggota di gym tersebut, aku kembali mendorong diriku sendiri agar dapat melakukan lebih dari apa yang aku bisa. Ketahanan uji seperti inilah yang sebenarnya diperlukan dalam dunia profesional para atlet karena PT yang melatihku juga fokus dalam melatih para atlet sekolah yang berada di kota Malang. Di sesi latihan yang terakhir bulan ini, aku ditantang untuk bisa melakukan latihan endurance. Salah satu praktik yang dilakukan adalah sesi kardio yang terdiri dari dua set wind-bike dan squad yang harus diselesaikan dalam waktu 20 menit. Bagi seorang atlet profesional, mungkin hal ini terdengar biasa saja. Namun, bagi seorang yang mangkir dari olahraga untuk waktu yang cukup panjang, latihan ini tidak bisa dibilang sepele.

Sekali lagi, ini soal ketahanan uji kata kuncinya. Bukan soal berat atau mustahil untuk dilakukan, tetapi bagaimana ketika melakukan hal yang berat atau mustahil ini, aku dapat bertahan sampai selesai. Tantangan dari PT untuk menyelesaikan dua set wind-bike dan squad dalam waktu 20 menit, ternyata bisa aku selesaikan dalam waktu 18 menit, bukan untuk dua set tetapi untuk tiga set! Hal yang tadinya mustahil untuk dilakukan, terbukti salah.

Teman-teman, kalau dipikir-pikir lagi, ketahanan uji sebenarnya bukan hanya bagi para atlet profesional, atau dalam dunia olahraga saja. Ketahanan uji pun kita perlukan sebagai orang Kristen. Hal ini ditulis secara detail oleh Rasul Paulus sebagai ilustrasi yang diberikannya kepada jemaat di Korintus (1 Kor. 9).

Dalam suratnya itu, Paulus sebenarnya ingin menekankan tentang prinsip pelayanan yang dilakukan olehnya. Paulus memposisikan dirinya sebagai rasul Yesus Kristus yang tugas utamanya adalah memberitakan tentang siapa Kristus yang sudah memanggilnya, bahkan memulihkan hidupnya yang begitu hancur, sampai pada akhirnya Paulus dapat mendirikan beberapa jemaat. Kehidupan seorang rasul tentu tidaklah mudah—Paulus begitu menekankan hal ini, tetapi setiap hal yang tidak mudah itu dihadapi Paulus sebagai tantangan sehingga ia tetap bisa mengabarkan Injil kepada orang banyak.

Paulus tahu bahwa apa yang dilakukannya sebagai rasul adalah hal yang tidak menyenangkan, tetapi ia juga tahu bahwa ada hal yang lebih berharga ketika ia selesai mengabarkan Injil di dunia ini yaitu, mahkota kekal kehidupan. Sebagai orang yang benar-benar percaya kepada Kristus dan hidup dipimpin oleh anugerah Kristus, Paulus sadar bahwa kesulitan atau penderitaan yang dialaminya di dunia ini tidak akan pernah sama dengan apa yang sudah Kristus nyatakan di atas kayu salib. Karena itulah, Paulus menggunakan ilustrasi tentang atlet yang harus melatih dirinya sedemikian rupa, bahkan menjauhkan dirinya dari aktivitas-aktivitas duniawi agar yang diperolehnya adalah kemenangan dalam sebuah pertandingan. Itulah yang dinamakan dengan ketahanan uji.

Bukankah ketahanan uji yang seperti ini perlu kita miliki sebagai orang Kristen?

Karena kita adalah orang Kristen, inilah tantangan yang sesungguhnya dalam iman kita. Paulus mengatakan bahwa dirinya seperti seorang atlet yang berlatih sedemikian rupa (1 Kor. 9:24-27), artinya Paulus tahu kekurangan dan kelebihannya, dan itu menjadikan dirinya sebagai orang yang tahan uji dengan status rasul Yesus Kristus. Kita pun perlu melatih diri kita sedemikian rupa agar kita juga mengenal siapa diri kita di hadapan Tuhan, mengenal diri kita lebih baik lagi luar dan dalam sehingga ketika ada pencobaan atas iman kita, kita bisa menjadi seorang yang tahan uji, tidak lagi rentan dan ingin menyerah dalam apa yang sedang kita hadapi.

Pada saat kita memiliki ketahanan uji atas iman kita, kita akan berani menyatakan siapa yang hidup di dalam kita, Yesus Kristus. Kuasa dari Tuhan yang akan memimpin kita ketika kita bersaksi tentang-Nya di tengah-tengah lingkungan yang menolak kita, supaya pada akhirnya hanya nama Tuhanlah yang dimuliakan melalui kehidupan kita yang tahan uji ini.

Jadi, maukah kita sebagai orang Kristen memancarkan iman kita serta memiliki ketahanan uji dalam lingkungan kerja, kuliah, sekolah, bahkan di rumah sekalipun?

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Sebuah Pengingat Mengapa Tubuh Jasmani dan Rohani Perlu Dilatih

Oleh Ernest Martono, Jakarta

Biasanya tembok ruang gym dikelilingi cermin. Di sudut mana pun berdiri, kita selalu dapat melihat bayangan kita. Cermin di dalam ruang gym bertujuan menyadarkan kita akan bentuk tubuh kita sendiri (bukan untuk ngintipin orang lain, yah). Apakah bentuk tubuh kita sudah seideal yang kita mau atau belum. Jika belum kita bisa mengusahakannya, menambah apa yang perlu. Tak kalah penting, cermin menolong kita sadar akan kesalahan postur saat berolahraga agar tidak cedera. Jadi, cermin sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan bentuk tubuh (selain untuk narsis).

Sayangnya, gym tidak menyediakan cermin yang dapat menampilkan tubuh rohani. Kalau seandainya ada cermin yang mampu menampilkan tubuh rohani kita, akan seperti apakah penampakannya? Apakah langsing atau kering? Apakah besar berotot atau layu merosot? Rasanya tanggung jika kita hanya melatih otot tubuh, tapi tidak dengan otot iman kita. Keduanya penting bagi Tuhan, dan perlu kita perkuat.

Tuhan Butuh Otot Tubuh Kita

Ada sebuah istilah umum: dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Ibadah yang kita lakukan selalu melalui tubuh. Ibadah selalu terjadi di dalam tubuh jasmani. Roh kita tidak melayang-layang ke awan untuk bertemu Tuhan. Maka, jika tubuh sehat tentu kita tidak akan kesulitan untuk beribadah. Bayangkan jika kita harus berdoa di malam hari sesudah hari yang melelahkan, pasti kita akan kesulitan untuk fokus. Hal itu terjadi karena tubuh kita meminta beristirahat. Itu adalah respons wajar tubuh. Kita bisa paksakan berdoa, tapi hasilnya tidak akan semaksimal jika tubuh kita masih banyak memiliki energi. 

Di dalam kasus lain, kelebihan berat badan akan mengganggu stamina. Beberapa teman yang obesitas cenderung mudah letih, meskipun tidak semua seperti itu. Keletihan akan membuatnya lebih cepat untuk berhenti dan beristirahat. Bandingkan jika orang yang sama memiliki berat tubuh ideal. Staminanya akan bertambah dan akan butuh waktu lama baginya untuk letih. Akhirnya dia dapat mengerjakan pekerjaan kerajaan Tuhan lebih banyak lagi. Dia tidak kesulitan untuk menggerakan tubuhnya bekerja bagi Tuhan. Jadi, kesehatan tubuh itu penting bagi pekerjaan Tuhan.

“Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya.” (Matius 6:11).

Dalam doa Bapa Kami, Yesus mengajarkan untuk berdoa untuk kebutuhan fisik kita. Tentu Yesus tahu betapa pentingnya kesehatan fisik kita bagi kerajaan Tuhan. Pada hari ini Yesus berkarya lewat tubuh kita. Dia sudah tidak memiliki tubuh fisik lagi dalam dunia ini. Yesus sudah terangkat ke surga. Di dunia ini hanya ada tangan kita dan Yesus berkarya melalui tangan kita. Oleh sebab itu, kita tidak perlu khawatir. Tuhan Yesus mau merawat segala kebutuhan tubuh kita sesuai hikmat-Nya. Kita pun perlu menjaganya untuk tetap sehat dan bugar. Yesus butuh tubuh kita dalam kondisi terbaiknya. Tubuh kita perlu makanan bergizi, berolahraga, pola istirahat yang rutin, dan masih banyak lagi usaha yang perlu kita lakukan agar selalu siaga untuk Tuhan pakai. Lantas, bagaimana dengan tubuh yang lemah karena sakit penyakit? Apakah Tuhan tidak mau memakainya?

Gym bagi Otot Rohani

Sebab itu kami tidak tawar hati, tetapi meskipun manusia lahiriah kami semakin merosot, namun manusia batiniah kami dibaharui dari sehari ke sehari. Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami. Sebab kami tidak memperhatikan yang kelihatan, melainkan yang tak kelihatan, karena yang kelihatan adalah sementara, sedangkan yang tak kelihatan adalah kekal. (2 Korintus 4:16-17).

Dalam pelayanannya, Paulus berulang kali mengalami kelemahan-kelemahan fisik. Namun, kelemahan fisik yang diderita tidak menghalangi dirinya melayani Tuhan. Paulus memberi kepada kita rahasianya. Dia memusatkan pandangan pada apa yang bersifat kekal. Dia tahu masa baktinya pada Tuhan dalam dunia akan berakhir. Ketika itu terjadi, ‘kemah’ Paulus dalam dunia ini akan dibongkar oleh kematian. Kemudian akan diberikan tubuh baru oleh Kristus. Lantas, bagaimana agar kita bisa membentuk tubuh rohani kita secara ideal?

Pertama, kita perlu mengetahui apakah tubuh rohani kita telah ideal atau belum. Kalau di gym ada cermin untuk menampilkan seperti apa bentuk tubuh fisik kita, bagi tubuh rohani kita cermin itu adalah firman Tuhan (Yakobus 1:23). Jadi jika kita ingin melihat seideal apakah tubuh rohani kita, kita tidak bisa melakukannya tanpa firman Tuhan. Segala yang tubuh rohani kita butuhkan dapat tercukupi oleh firman Tuhan. Jadi disiplin rohani sangat kita butuhkan. Kita perlu membaca firman, mendengar khotbah, merenungkan firman, menggali Alkitab, mendoakan firman, dan berbagai disiplin lainnya.

Namun, ada juga cara lain untuk membentuk otot iman kita, yaitu melalui penderitaan. Banyak orang yang rela ‘membuat sakit ototnya’ agar tubuhnya terlihat ideal. Mereka berlatih angkat beban hingga rasanya lengan mau copot agar otot lengannya terbentuk. Begitu juga dengan otot iman kita. Ini bukan berarti kita harus menyiksa diri dan dengan sengaja membuat masalah hidup.

Saudara-saudaraku, anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. (Yakobus 1:2-3).

Kerohanian Paulus terbentuk bukan hanya karena disiplin rohani yang dikerjakannya. Ada juga pencobaan dan penderitaan hidup yang membentuk manusia rohaninya. Yakobus sendiri mengatakan kita perlu berbahagia ketika menghadapi pencobaan karena akan menghasilkan ketekunan. Lalu, bagaimana caranya supaya penderitaan dan pencobaan itu tidak menghancurkan kita tapi, justru membentuk kita? Kembali lagi, firman Tuhan akan memberi kita kekuatan dan apa yang perlu agar kita bertahan.

Ajaibnya, Tuhan juga campur tangan dalam penderitaan yang kita alami. Dalam surat Roma, kita diingatkan bahwa bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah. Jadi kita tidak perlu khawatir, di tangan Tuhan penderitaan yang kita alami akan berakhir pada pembentukan diri kita. Bukan untuk menghancurkan kita. Tuhan pandai memakai yang buruk untuk maksud baik.

Jika kita sesemangat itu membentuk tubuh fisik kita, mengapa tidak dengan tubuh rohani kita? Jadi, teruslah berjuang membuat diri kita sehat baik secara fisik dan rohani. Keduanya perlu seimbang, sebab Tuhan semesta alam membutuhkannya untuk mendatangkan kerajaan Allah di dunia ini.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥