Melihat “Talenta” Kita Lebih Dekat

Oleh Adiana Yunita, Yogyakarta

Acara pencarian bakat American’s Got Talent pasti sudah tidak asing lagi di telinga kita, bukan? Acara ini kemudian diadopsi di banyak negara, termasuk Indonesia. Kita lalu menyaksikan banyak orang dengan talenta-talenta hebat dan unik di seluruh dunia, mulai dari menyanyi, menari, melukis, menirukan suara-suara khas, dan lain sebagainya.

Nah, jika bicara soal bakat, kita umumnya mengidentikkannya dengan suatu perumpaan di Alkitab, yakni perumpamaan tentang talenta. Lantas, apakah talenta yang dimaksud di dalam Alkitab itu sama dengan konsep talenta yang populer di dunia kita saat ini? Bagaimana kita sebagai orang percaya menyikapi talenta-talenta tersebut? Mari kita mengenal dan melihat “talenta” kita dengan lebih dekat.

FYI, di zaman Perjanjian Baru, “talenta” sebenarnya merupakan satuan mata uang. Satu talenta bernilai sama dengan 6000 dinar. Satu dinar sama dengan upah pekerja harian dalam satu hari. Dengan kata lain, ketika seseorang menerima satu talenta, itu berarti ia mendapat upah atas pekerjaannya selama lebih dari 16 tahun! Sementara itu, di zaman Perjanjian Lama, talenta merupakan satuan berat logam emas atau perak seberat 34 kilogram. Jika kita kalikan berat itu dengan harga emas per satu gram di masa ini, tidak perlu diragukan lagi bahwa nilai satu talenta itu sungguh besar! Jadi, bagaimana kita bisa menerapkan perumpamaan tentang talenta ini dalam kehidupan kita sehari-hari?

1. Talenta adalah sesuatu yang sangat berharga di hidup kita

Perumpaan tentang talenta dapat kita temukan di kitab Matius 25:14-30. Perumpamaan ini diawali dengan kalimat, “Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka.” (Matius 25:14). Konteks pada waktu itu belum ada rekening tabungan atau pun uang elektronik. Bagi sang tuan, mempercayakan “harta paling berharga”-nya kepada para hambanya adalah pilihan yang terbaik. Sebab, jika ia harus pergi jauh dan dalam waktu yang lama, ia membutuhkan orang-orang yang dapat ia percaya untuk mengelola hartanya.

Sang tuan yang meninggalkan para hambanya mengingatkan kita akan sosok Yesus Kristus yang harus meninggalkan dunia ini, kemudian kembali ke surga. Ia akan kembali di waktu yang tidak kita ketahui. Namun, Ia bukannya pergi begitu saja. Ia juga meninggalkan “harta paling berharga”, yaitu Roh Kudus-Nya, bagi para murid-Nya. Ia berkata, “tetapi Penghibur, yaitu Roh Kudus, yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.” (Yohanes 14:26). Sekalipun Yesus secara fisik tidak ada lagi bersama-sama dengan kita, tetapi ada “harta paling berharga” yang telah Ia tinggalkan bagi kita, yaitu Roh Kudus-Nya. Roh Kuduslah harta paling berharga yang kini kita miliki dalam hidup kita. Karena itu, sejauh mana kita mau mendengar suara-Nya yang berharga itu untuk membimbing, menopang, dan menolong kita menjadi pengelola yang baik dari anugerah Allah? (1 Petrus 4:10)

2. Talenta tidak selalu bicara soal skill atau keahlian

Jika kita mendengar seseorang berkata, “Wah anak itu sungguh bertalenta!”, “Ayo terus kembangkan talentamu!”, dst…, pasti yang terpikir di benak kita adalah bahwa talenta selalu berkaitan dengan skill atau keahlian seseorang. Akan tetapi, dari perumpamaan ini kita belajar bahwa talenta itu sendiri adalah sesuatu yang berharga dan Ia percayakan tanpa harus kita upayakan. Apa saja hal berharga yang sudah Ia anugerahkan kepada kita? Alam, waktu, uang, energi, tubuh, kemampuan, kesehatan, bahkan bagian terkecil dari sel-sel tubuh kita. Itulah talenta-talenta kita.

Sungguh, perumpamaan tentang talenta ini mengingatkan kita bahwa segala aspek dalam kehidupan kita ini memiliki nilai “kekal” dan semua itu sungguh berharga. Dengan demikian, beberapa pertanyaan refleksi berikut ini mungkin dapat menolong kita untuk makin giat mengerjakan talenta kita: Maukah kita berkontribusi untuk menjaga alam ini? Apakah kita menggunakan waktu dan uang kita dengan bertanggung jawab? Sudahkah kita menjaga tubuh kita dengan asupan yang sesuai dengan kebutuhannya? Bagaimana kita menjalankan sekolah, kuliah, atau pekerjaan kita akhir-akhir ini? Kamu mungkin bisa lanjutkan sendiri daftar pertanyaannya.

3. Talenta itu dipercayakan menurut kemampuan kita masing-masing

“Sebab hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang yang mau bepergian ke luar negeri, yang memanggil hamba-hambanya dan mempercayakan hartanya kepada mereka. Yang seorang diberikannya lima talenta, yang seorang lagi dua dan yang seorang lain lagi satu, masing-masing menurut kesanggupannya, lalu ia berangkat.” (Matius 25:14-15 TB).

Kata “mempercayakan” berasal dari kata “paradidomi” dalam bahasa Yunani yang berarti to deliver to one something to keep, use, take care of, and manage.” Jadi, ketika sang tuan “mempercayakan” sesuatu kepada para hambanya, itu bukan sekadar memberi atau memindahtangankan talenta tersebut, tetapi ada tanggung jawab untuk menjaganya, menggunakannya dengan benar, merawatnya, dan mengelolanya.

Dari sini, kita dapat memahami bahwa hamba yang mengubur talenta tuannya itu adalah hamba yang tidak bertanggung jawab. Ia sudah diberi kepercayaan, tetapi ia malah menyembunyikannya (Matius 25:18) untuk menghindar dari tanggung jawab itu.

Hal lain yang menarik adalah talenta diberikan “masing-masing menurut kesanggupannya”. Bagian ini memang terkesan bahwa sang tuan berlaku tidak adil terhadap ketiga hambanya. Kita pun terkadang merasa jealous kepada orang lain yang menurut kita lebih bertalenta dibanding diri kita. Namun, jika kita ada di posisi sang tuan yang mengenal betul kemampuan hamba- hambanya, kita yakin bahwa sang tuan tidak akan salah dengan jumlah yang dipercayakan. Lagipula, nilai satu talenta saja sudah fantastis! Karena itu, sekecil apa pun jumlah talenta yang Ia berikan kepada kita, pemberian itu sudah bernilai sangat besar bagi kita dan sesuai dengan kemampuan kita. Bagian kita adalah untuk mengerjakan dan bertanggung jawab atasnya.

Sebagai orang percaya, sudahkah kita menjadi penatalayan yang setia atas talenta-talenta yang telah Ia percayakan itu? Yang terpenting bukanlah sebanyak apa talenta kita, tetapi apakah kita sudah mengerjakannya dengan bertanggung jawab atau malah menyembunyikannya dalam-dalam?

Perumpamaan tentang talenta memberikan kita perspektif yang lebih luas dan mendalam tentang cara kita menjalani kehidupan dengan segala macam talenta di dalamnya. Selamat mengerjakan bagian kita dan kiranya kelak Yesus akan tersenyum, serta berkata kepada kita, “Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia…” (Matius 25:21a, TB).

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Bagikan Konten Ini
2 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *