Masa Penantian Hadir untuk Memproses Kita Lebih Baik

Oleh Abby Ciona

Artikel asli dalam bahasa Inggris: How Waiting Shapes Us for The Better

“Pasrah.” Kata ini terdengar negatif dan sering kali menyiratkan gagal, putus asa, atau melepaskan kendali. Dan, di dunia di mana kita diberitahu untuk tidak pernah menyerah pada impian kita dan mengendalikan segala keinginan kita, pasrah bukanlah konsep yang kita pertimbangkan.

Tapi, tergantung dari jenis aktivitas yang kamu tekuni, “pasrah” bisa jadi bagian dari rutinitasmu. Semisal, bila kamu seorang penulis yang ingin mengirimkan karyamu ke sebuah penerbit. Saat kamu klik tombol “kirim”, tombol itu bisa berarti juga sebagai tombol “pasrah”. Kamu menyerahkan kendali kepada orang lain. Ini adalah hal yang menakutkan. Kamu melepaskan tanganmu dari apa yang kamu kerjakan dan menyerahkan keputusan akhir penerbitannya kepada orang lain.

Di tahun 2020, proyek yang kukerjakan saat pandemi adalah menulis novel fantasi. Aku sangat senang dengan hasilnya, jadi kuputuskan untuk mencoba menerbitkannya. Kuhabiskan dua tahun untuk merevisi, mengedit, mengikuti pelatihan, dan mendapatkan masukan dari teman dan keluarga. Akhirnya di tahun 2022, aku mengambil langkah selanjutnya dan mengirimkan novelku ke suatu penerbit.

Dalam beberapa minggu, aku menerima email penolakan pertamaku: sebuah tonggak sejarah dalam kehidupan sebagian besar penulis. Namun, meskipun penolakan ini adalah hal biasa bagi penulis, tapi kecewanya baru terasa sekitar setahun kemudian. Apakah aku benar-benar siap? Bagaimana kalau bukuku tidak cukup bagus? Kamu mungkin pernah punya pertanyaan serupa tentang harapan dan impianmu dalam hidup.

Kehidupan Kristen sejatinya adalah hidup yang meminta kita untuk tunduk, berserah, dan berbesar hati untuk mengubah rencana kita sendiri. Waktu kita menyerahkan hidup bagi Yesus, itu berarti kita menyerahkan impian dan keinginan kita sendiri untuk memikul salib-Nya (Lukas 9:23). Bagian terbaik yang bisa kita lakukan adalah dengan setia melayani dan mengasihi orang lain, sembari kita melakoni pekerjaan kita dan menyerahkan hasilnya kepada Tuhan. Kita mungkin merencanakan jalan hidup kita, tetapi akhirnya Tuhanlah yang mengarahkan langkah kita (Amsal 16:9). Ini mungkin menakutkan (bagiku), tapi bisa jadi penghiburan yang luar biasa! Kita tidak perlu khawatir tentang apa yang akan terjadi selanjutnya jika kita bersedia dan terbuka untuk taat mengikuti rencana Tuhan, karena kita tahu bahwa Dia melihat gambaran yang lebih besar dan kekal.

Beberapa bulan lalu, aku sedang mengobrol di meja makan dengan keluargaku tentang sebuah artikel yang kukerjakan buat majalah Kristen. Papaku berkata, “Kamu sedang mewujudkan impian Papa.”

“Tapi, ini bukan impianku!” aku menolak dalam hati. Aku memang telah menerbitkan banyak artikel, puisi, dan cerpen, tapi itu tak pernah jadi rencanaku ketika aku terjun ke dunia penulisan kreatif. Impianku adalah melihat novel-novelku ada dipajang di toko buku dan perpustakaan. Aku tak pernah membayangkan aku akan menulis untuk majalah, renungan, dan website… tapi semua ini ternyata lebih baik daripada yang kuharapkan.

Daud mengalami penolakan dari Allah, yang bukannya membuat dia frustrasi (mungkin saja dia frustrasi), tapi justru membuatnya semakin memuji kedaulatan-Nya. Daud ingin sekali membangun Bait Suci, sebuah tempat permanen yang didedikasikan untuk beribadah kepada Allah, tetapi Allah menolak permintaan itu (2 Samuel 7). Sebaliknya, Allah memberi tahu Daud tentang rencana-Nya yang lebih besar: untuk membuat nama Daud mashyur dan mendirikan kerajaan kekal melalui garis keturunannya. Janji ini akhirnya digenapi di dalam Yesus dan jauh lebih besar daripada apa yang dapat dipahami Daud saat itu.

Mazmur 96:3 mengatakan, “Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa dan perbuatan-perbuatan yang ajaib di antara segala suku bangsa.” Aku akan terus melakukan ini sampai Tuhan membukakan pintu berikutnya dalam perjalananku menulis. Aku akan terus mengirimkan pertanyaan, menulis cerita dan artikel karena aku tahu Tuhan memberikan karunia ini kepadaku untuk suatu alasan.

Yesaya 55:8-9 mengingatkan kita bahwa pikiran Tuhan jauh lebih tinggi daripada pikiran kita, dan aku bersyukur untuk itu. Meskipun Daud tidak membangun Bait Suci bagi Allah, dia mampu melakukan hal-hal besar lainnya dengan secara aktif menggunakan posisi otoritasnya untuk menyatukan bangsa Israel dan memimpin mereka setia mengikut Allah. Dia membuat persiapan bagi putranya untuk membangun Bait Suci. Semangat Daud untuk melayani Tuhan pada akhirnya membuat dia dikenal sebagai seorang yang berkenan di hati Tuhan (1 Samuel 13:14), yang merupakan tujuan yang lebih penting daripada membangun Bait Suci atau menerbitkan buku. Bahkan, ketika impian kita tidak terpenuhi, Tuhan tetap bekerja. Dia mungkin menggunakan karunia-karunia kita dengan cara yang tidak terduga, yang akan menjadi lebih menakjubkan dari yang kita bayangkan. Kita hanya perlu tetap terbuka pada kehendak-Nya ketika impian kita kelihatannya gagal.

Jadi, ketika aku menunggu kabar dari penerbit, bukan berarti aku tidak melakukan apa-apa. Aku terus menulis dan memperbaiki karya-karyaku sembari mengerjakan satu atau dua proyek lainnya. Seperti ikan hiu yang harus terus berenang untuk bernapas; bagiku, aku harus terus menulis agar kreativitasku tetap menyala. Ruang tunggu di rumah sakit atau kantor mungkin bisa menjadi tempat yang membosankan dan penuh kegelisahan. Dalam suasana demikian, mudah untuk membunuh bosan dengan main Internet saja, tapi menunggu tidak harus menjadi pasif atau tidak produktif.

Menerima lusinan email penolakan dari penerbit mungkin tidak terasa menyenangkan, tetapi ini menolongku untuk tabah dan mengingat lagi bahwa identitasku ada di dalam Kristus, bukan pada kesuksesanku. Pikirkanlah saat-saat dalam hidupmu ketika waktu-waktu penantian membantumu membentuk dirimu secara positif, atau ketika menunggu sesuatu membuatmu semakin bahagia ketika menerimanya nanti. Jika kamu belum terpikir apa pun, pertimbangkanlah apakah ada langkah-langkah yang bisa kamu lakukan untuk membuat masa penantianmu menjadi lebih aktif. Proses penantian mungkin tidak menyenangkan, tetapi itu bisa menjadi sehat ketika kita memilih untuk menunggu dengan tindakan, untuk terus bertumbuh dalam iman kita, dan untuk maju dalam melayani orang lain.

Kita semua sedang menunggu sesuatu. Mungkin itu adalah kesepakatan dari penerbit buku, atau mungkin seorang teman. Mungkin anak atau pekerjaan. Semoga kita membuat rencana kita dengan tangan terbuka. Kiranya kita menghormati dan memuliakan Tuhan dalam pekerjaan apa pun yang kita lakukan, karena kita tahu bahwa Dia bekerja melalui biji sesawi yang paling kecil untuk menghasilkan mukjizat (Matius 17:20). Kiranya kita membangun perahu kita dan dengan berani berlayar untuk mencapai tujuan. Bila kita masih ngotot ingin mencengkeram kemudi, lepaskanlah itu. Izinkan Roh Kudus menuntun kita ke tujuan yang mungkin berbeda dari harapan kita, tetapi pada akhirnya lebih baik daripada yang dapat kita bayangkan.

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu

Bagikan Konten Ini
11 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *