Makna Sebenarnya di Balik Bekerja untuk Tuhan

Oleh Gabrielle Meiscova, Bandung

Tahun 2023, sebuah babak baru dalam hidupku yang terukir dengan cerita yang begitu rumit. Atas permintaan atasan, aku memberanikan diri untuk pindah ke kantor pusat yang berlokasi di Bandung. Awalnya, sulit memahami rencana Tuhan di balik langkah ini. Namun, seiring berjalannya waktu, dan karena pertolongan Tuhan, Ia mengijinkan aku untuk merantau.

Perjalanan jauh dari keluarga dan gereja tercinta membawa kejutan yang tak terduga. Saat jarak memisahkan aku dan komunitas yang sudah terbangun di lingkungan gereja, alih-alih merasa kesepian, justru malah ada komunikasi intim dengan Tuhan yang tumbuh begitu kuat. Bahkan menurutku hubungan dengan Tuhan di perantauan ini jauh lebih kuat dari sebelumnya. Aku percaya bahwa ini adalah cara Tuhan menunjukkan bahwa meski keberadaan keluargaku jauh, Ia selalu ada untuk menjagaku.

Kehidupan yang terlihat sangat baru, kini bisa kujalani tanpa sendu. Aku bisa melewati hari-hari di lingkungan baru ini karena berkat dari Tuhan. Tidak ada rekan kerja yang toksik. Tidak ada drama di lingkungan kerja yang bikin pusing. Semuanya tampak normal seakan Tuhan menjawab doa-doa yang pernah kupanjatkan sebelumnya. Hingga tibalah sebuah masalah yang membuatku mempertanyakan, “Kenapa seperti ini ya, Tuhan?”

Suatu hari, aku mengetahui bahwa ada oknum yang menyalahgunakan uang perusahaan yang seharusnya menjadi bonus bagi karyawan yang telah menyelesaikan masa probation dan kontrak pertama. Bonus dan hak yang seharusnya milikku lenyap begitu saja. Kala itu, aku merasa sangat marah. Aku marah kepada Tuhan bukan hanya karena uang yang menjadi hakku lenyap begitu saja. Aku marah karena Ia tidak menjawab doaku yang selalu kuucapkan setiap hari tentang “jauhkanlah anak-Mu ini dari orang-orang yang menjatuhkan dan mereka yang tidak baik bagi kehidupan anak-Mu ini”. Aku marah kepada Tuhan karena permasalahan ini terjadi menjelang bulan Desember, momen di mana kerabat dan keluarga berkumpul, dan aku yang seorang anak sulung dari orang tua yang sudah tidak lagi bekerja, harus mengeluarkan banyak uang untuk persiapan menjelang Natal.

Sampailah aku di suatu masa ketika aku selalu menangis sepulang kerja. Sesampainya aku di kosan, aku menangis tak henti-hentinya. Di malam itu, dadaku terasa sesak. Di dalam hati, aku berteriak, “Ya Tuhan, kenapa hal ini terjadi padaku? Apa yang Kau inginkan? Tidakkah aku sudah menjadi anak yang taat kepadamu? Sampai berapa lama lagi aku harus menunggu uang yang seharusnya aku pakai untuk kebutuhan keluargaku?”

Di malam itu, aku langsung membuka Alkitab. Aku membukanya secara random tanpa melihat buku renungan. Aku mencari ayat favoritku di Lukas 1:37 yang menyatakan “Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil”. Lalu, aku pun membaca keseluruhan perikop di Lukas 1:26-38.

Di dalam perikop ini, Tuhan mengutus malaikat-Nya untuk menjumpai Maria. Malaikat Gabriel memberitahu Maria bahwa Tuhan memilihnya untuk menjadi alat dalam rencana-Nya yang ajaib, yaitu mengandung dan melahirkan Yesus, Sang Juruselamat dunia. Namun, di ayat 34, Maria mengatakan, “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”

Di ayat ke 38, aku membaca ayat ini sampai berkali-kali, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”

Kalau saat itu Maria berpikir sebagai manusia pada umumnya, ia bisa saja tidak percaya. Kalau kita berpikir secara manusiawi, bagaimana bisa seorang perempuan tidak bersuami bisa mengandung? Sekalipun hal itu terjadi, orang-orang pun tidak akan percaya jika mengetahui ada seorang perempuan yang hamil tanpa pernah melakukan perkawinan.

Saat itulah aku menyadari bahwa Maria memiliki kerendahan hati. Ia menyadari bahwa ia bukan siapa-siapa di hadapan Tuhan. Maria sadar ia hanyalah hamba Tuhan. Ia hidup untuk Tuhan. Ia tahu bahwa Tuhan berhak memperlakukan dirinya sesuai kemauan-Nya. Sebagai hamba Tuhan yang taat, Maria percaya bahwa Tuhan pun tidak akan memberikan kecelakaan pada anak-anak-Nya, apalagi kepada mereka yang patuh dan setia kepada-Nya. Yeremia 29:11 juga mengatakan: “Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan.”

Cerita tentang Maria membuatku sadar. Hidupku ini adalah milik Tuhan. Di masa kehamilannya pun Maria pasti mendapat banyak hujatan. Tapi, karena Maria adalah anak Tuhan, ia tidak merasa khawatir dan senantiasa percaya kalau Tuhan akan terus menjaganya. 

Sebagai anak Tuhan, aku seharusnya sadar kalau Tuhan yang mencukupkan segala yang kubutuhkan. Bahkan hingga saat ini, Ia selalu memberikan berkat-Nya padaku. Aku bisa makan dan minum, itu karena berkat Tuhan. Aku bisa punya pakaian yang layak pakai, itu karena Tuhan. Aku bisa punya pekerjaan, itu karena Tuhan yang memberikannya untukku. Aku bisa menulis kesaksian ini, itu pun karena Tuhan mau agar aku terus memberitakan Injil kepada orang lain. Jika aku dan kamu diberikan tantangan hidup, ingatlah bahwa Tuhan akan memberikan kita kekuatan untuk bisa melewatinya. Jika ada permasalahan di kantor, di keluarga atau dalam pergaulan, ingatlah bahwa ini adalah tanda bahwa Tuhan selalu memperhatikan kita. Terkadang, mungkin di tengah segala kesibukan duniawi, Ia juga mau kalau kita terus mengingatNya. Dalam suka dan duka, ingatlah untuk selalu libatkan Tuhan dalam segala hal yang kita lakukan. Berkomunikasilah dengan Tuhan, bukan hanya saat kita sedang susah saja, tetapi juga saat kita sedang bersukacita.

Banyak dari kita yang bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan. Tapi, nyatanya, kita bekerja untuk Tuhan. Ia yang memberikan pekerjaan itu kepada kita. Melalui perjalanan ini, aku belajar bahwa ucapan syukur tidak hanya untuk kebahagiaan, tetapi juga sebagai cara mengungkapkan iman dalam segala situasi. Tuhan tidak hanya hadir di tengah upaya kita untuk meraih keberhasilan, tetapi juga di tengah kegagalan dan penderitaan.

Hidup yang kekal adalah hadiah yang akan Tuhan berikan pada aku dan kamu. Saat teringat dengan berbagai pergumulan hidup, ingatlah bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara. Pekerjaan yang kita miliki hanyalah sementara. Rumah yang kita tinggali pun hanyalah sementara. Kebahagiaan yang kamu peroleh pun hanyalah sementara. Dengan memiliki kerendahan hati seperti Maria, aku percaya bahwa Tuhan pun akan bekerja dengan cara yang luar biasa.

Maukah kita menjadi pribadi yang taat seperti Maria? Hingga saatnya tiba, ketika Tuhan memuliakan kita, ingatlah untuk selalu menjadi anak yang taat. Sehingga ketika kita diberkati, kita pun bisa memberkati orang lain, serta tentunya bisa memuliakan Bapa di Sorga.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Bagikan Konten Ini
7 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *