Pencapaian

Minggu, 20 Oktober 2024

Baca: Pengkhotbah 2:1-5,11-17

2:1 Aku berkata dalam hati: "Mari, aku hendak menguji kegirangan! Nikmatilah kesenangan! Tetapi lihat, juga itupun sia-sia."

2:2 Tentang tertawa aku berkata: "Itu bodoh!", dan mengenai kegirangan: "Apa gunanya?"

2:3 Aku menyelidiki diriku dengan menyegarkan tubuhku dengan anggur, –sedang akal budiku tetap memimpin dengan hikmat–,dan dengan memperoleh kebebalan, sampai aku mengetahui apa yang baik bagi anak-anak manusia untuk dilakukan di bawah langit selama hidup mereka yang pendek itu.

2:4 Aku melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, mendirikan bagiku rumah-rumah, menanami bagiku kebun-kebun anggur;

2:5 aku mengusahakan bagiku kebun-kebun dan taman-taman, dan menanaminya dengan rupa-rupa pohon buah-buahan;

2:11 Ketika aku meneliti segala pekerjaan yang telah dilakukan tanganku dan segala usaha yang telah kulakukan untuk itu dengan jerih payah, lihatlah, segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin; memang tak ada keuntungan di bawah matahari.

2:12 Lalu aku berpaling untuk meninjau hikmat, kebodohan dan kebebalan, sebab apa yang dapat dilakukan orang yang menggantikan raja? Hanya apa yang telah dilakukan orang.

2:13 Dan aku melihat bahwa hikmat melebihi kebodohan, seperti terang melebihi kegelapan.

2:14 Mata orang berhikmat ada di kepalanya, sedangkan orang yang bodoh berjalan dalam kegelapan, tetapi aku tahu juga bahwa nasib yang sama menimpa mereka semua.

2:15 Maka aku berkata dalam hati: "Nasib yang menimpa orang bodoh juga akan menimpa aku. Untuk apa aku ini dulu begitu berhikmat?" Lalu aku berkata dalam hati, bahwa inipun sia-sia.

2:16 Karena tidak ada kenang-kenangan yang kekal baik dari orang yang berhikmat, maupun dari orang yang bodoh, sebab pada hari-hari yang akan datang kesemuanya sudah lama dilupakan. Dan, ah, orang yang berhikmat mati juga seperti orang yang bodoh!

2:17 Oleh sebab itu aku membenci hidup, karena aku menganggap menyusahkan apa yang dilakukan di bawah matahari, sebab segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin.

Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. —Matius 6:33

Pada tahun 1921, seniman Sam Rodia mulai membangun Menara Watts miliknya. Tiga puluh tiga tahun kemudian, 17 buah karya seni dengan tinggi mencapai 30 meter berdiri menjulang di atas Los Angeles. Musisi Jerry Garcia menganggap remeh karya Rodia tersebut. “Itulah pencapaiannya,” kata Garcia. “Sesuatu yang masih ada setelah orangnya meninggal dunia.” Lalu katanya, “Saya rasa itu tidak cocok bagi saya.”

Jadi, pencapaian apa yang dimiliki Jerry Garcia? Rekan satu bandnya, Bob Weir, merangkum filosofi mereka: “Tidak akan ada yang diingat sama sekali dari diri kita setelah kita pergi. Kalau begitu, mengapa kita tidak bersenang-senang saja?”

Seorang pria kaya dan bijak pernah mencoba mencari “pencapaian” dengan melakukan segala sesuatu yang dapat ia lakukan. Ia menulis, “Aku memutuskan untuk menyenangkan diri saja untuk mengetahui apa kebahagiaan” (Pkh. 2:1 bimk). Namun, ia juga mencatat, “Orang yang bodoh akan segera dilupakan, tetapi orang yang mempunyai hikmat pun tak akan dikenang” (ay.16 bimk). Ia menyimpulkan, “Aku menganggap menyusahkan apa yang dilakukan di bawah matahari” (ay.17).

Kehidupan dan pesan yang Yesus sampaikan menentang sama sekali cara pandang hidup yang picik seperti itu. Yesus datang untuk memberi kita hidup “dalam segala kelimpahan” (Yoh. 10:10) dan mengajar kita untuk menjalani kehidupan saat ini dengan mata yang tertuju kepada hidup yang akan datang. “Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi,” Dia berkata. “Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga” (Mat. 6:19-20). Lalu Dia menyimpulkan: “Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (ay.33).

Itulah pencapaian kita—baik di bawah matahari maupun dalam hidup yang akan datang. —Tim Gustafson

WAWASAN
Haruskah kita memandang hal-hal yang membuat frustrasi dalam hidup ini sebagai anugerah? Jika demikian, apakah kematian itu sendiri merupakan anugerah? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang harus kita pertimbangkan mengingat kesimpulan Sang Pengkhotbah (lihat Pengkhotbah 1:1) di sini: “Orang yang berhikmat mati juga seperti orang yang bodoh” (2:16). Bayangan akan kematiannya sendiri memaksa Pengkhotbah untuk merenungkan di mana ia dapat menemukan makna sejati. Jika ia menemukan kepuasan dalam kesenangan yang bersifat sementara, dan bahkan dalam hal-hal baik yang ia kejar, Pengkhotbah mungkin tidak akan mengakui satu-satunya sumber kepuasan yang sejati—Allah itu sendiri (lihat 12:13). Kesadaran akan kefanaan diri sesungguhnya dapat mendorong kita untuk mencari Allah. —Tim Gustafson

Pencapaian

Bagaimana kamu ingin diingat orang? Apa artinya “mengumpulkan harta di surga”?

Allah Bapa, tolonglah aku bersukacita melayani-Mu dengan mata yang tertuju kepada kekekalan.

Bacaan Alkitab Setahun: Yesaya 59-61; 2 Tesalonika 3

Bagikan Konten Ini
18 replies
  1. Rico Art
    Rico Art says:

    Bapa kami yang ada di sorga Dikuduskanlah namaMu Datanglah kerajaanMu Jadilah kehendakMu Di bumi seperti di sorga Berikanlah kami pada hari ini Makanan kami yang secukupnya Ampunilah kami akan kesalahan kami, Seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami Dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan Tetapi lepaskanlah kami daripada yang jahat Karena Engkaulah yang empunya kerajaan dan kuasa dan kemuliaan Sampai selama-lamanya. Amen

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *