Membagikan Apa yang Tak Pernah Kudapatkan

Oleh Deastri Pritasari, Surabaya

“Horeee…” teriakan ceria penuh kegembiraan itu datang dari anak sekolah Mingguku, ketika aku menjemput dan tiba di depan rumahnya. Meski sudah berulang kali melihat respons seperti ini, hatiku selalu saja seperti meleleh.

Aku melayani sebagai guru sekolah Minggu di gerejaku yang ada di kota Surabaya. Pelayanan ini sebenarnya tidak mudah buatku, karena selain harus menyiapkan materi pengajaran dan aktivitas di tengah kesibukanku setiap hari, aku juga harus menyiapkan mental ketika melayani anak-anak secara langsung.

Aku tidak ingin kelas sekolah Mingguku cuma jadi sekadar rutinitas, baik itu buatku maupun murid-muridku. Aku ingin kami semua mendapatkan pengalaman maksimal bersama Tuhan. Tapi, tak semua anak yang terdaftar jadi muridku bisa datang setia setiap Minggunya. Keluarga dengan ekonomi pra-sejahtera seringkali kesulitan untuk mengantar anak-anak mereka ke gereja karena tidak memiliki kendaraan atau tidak ada ongkos. Aku pun terpanggil untuk berbuat lebih. Maka, sebagai bentuk tanggung jawab pribadiku kepada Tuhan, aku menawarkan diriku untuk mengantar-jemput anak-anak mereka.

Pelayanan yang lebih ekstra ini memang menambah lelah secara fisik, tapi mendengar anak-anak memanggil namaku dengan ceria itu menjadi salah satu alasanku untuk bersukacita dan bersyukur. Apalagi ketika aku mejemput dan tiba di rumah mereka, terbit perasaan bahagia disambut oleh anak-anak yang telah lama menunggu kedatanganku. Kerinduanku selama ini supaya mereka tidak bolos ibadah sekolah Minggu hanya karena tidak ada kendaraan atau tidak punya uang untuk datang beribadah ke gereja.

Antar jemput anak sekolah Minggu bukanlah hal mudah untukku beberapa bulan ini, karena lokasi rumah mereka yang berjauhan dan ada saja kendala di sepeda motor yang aku pakai. Tetapi, pelayanan ini telah menjadi komitmen dan keputusanku untuk anak-anak. Aku tidak menerima uang ganti ongkos dari orang tua atau dari keluarga mereka. Sebagai gantinya, aku mendapatkan bayaran yang jauh lebih berharga ketika melihat mereka tertawa senyum gembira. Lalu, waktu aku mengantar mereka pulang, mereka tak lupa mengucapkan “terima kasih kak..” sambil tersenyum dan melambaikan tangan.

Sepanjang perjalanan pun kami sering bercerita, bersenda gurau, menceritakan apa saja yang kami lihat. Aku juga sering bertanya pada mereka bagaimana hari-hari yang mereka jalani, kabar orang tua, sudah makan apa hari ini dan banyak lagi percakapan kami. Obrolan ringan ini mengingatkanku lagi akan memori masa kecilku. Dulu, aku ingin sekali ada kakak atau guru sekolah Minggu yang menjemputku, karena saat itu keluargaku tidak punya kendaraan untuk mengantarku ke gereja. Kami lebih sering berjalan kaki dan kalau cukup uang, kami naik becak. Apa yang kuinginkan pada masa lampau sekarang menjadi sesuatu yang bisa kuberikan untuk anak-anak sekolah Mingguku.

Aku tidak bisa memberikan barang berharga atau membagikan banyak kebahagiaan, tetapi apa yang kurindukan di masa kecil itu yang dapat kubagikan kepada mereka saat ini—waktu dan pelajaran berharga untuk mereka. Murid-muridku tidak lagi kehilangan kesempatan untuk beribadah; mereka tidak kehilangan waktu untuk mengenal Tuhan Yesus; mereka tidak kehilangan kehangatan untuk bercengkrama dengan teman-teman sebaya; dan… mereka tidak kehilangan semangat untuk mengenal dan tumbuh dalam Firman Tuhan.

Aku mungkin bisa kehilangan uang untuk membeli bensin dan memperbaiki motorku jika itu tiba-tiba rusak. Tapi, aku tak akan sampai hati bila melihat mereka kehilangan harapan kepada Tuhan. Lewat pelayananku, aku selalu berharap anak-anak sekolah Mingguku memiliki harapan yang semakin kuat kepada Tuhan. Tidak ada lagi tangis air mata karena tidak bisa datang ke gereja karena mereka punya Tuhan yang hidup, yang akan selalu beserta dan mendukung mereka untuk bertumbuh menjadi pribadi-pribadi yang dikasihi dengan kasih yang kekal.

“…biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.” (Markus 10:14).

Bagikan Konten Ini
8 replies
  1. Glenn Lontoh
    Glenn Lontoh says:

    Salut buat kakak layan PA (Persekutuan Anak, sekolah Minggu di gerejaku) Deastri, sbg kakak layan PT (Persekutuan Taruma) di gerejaku aku juga punya kerinduan yg sama buat adik2 layanku agar mereka bisa sungguh tdk hanya mengenal Yesus tapi bertumbuh dan berbuah dalam Kristus minimal bagi keluarga mereka

  2. Santi Ayusri Purba
    Santi Ayusri Purba says:

    Tuhan yg akan mencukupkn semua kebutuhanmu kka Deastri, Tuhan Yesus menyertai, amiin🙏

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *