Tak Selalu Bersama

Sebuah cerpen oleh Desy Dina Vianney, Medan

Aku berjalan perlahan menyusuri lorong gereja. Di kiri kanan, tamu-tamu berdiri di depan bangkunya menyambut sang pengantin. Aku tersenyum tipis, menggenggam lengan wanita di sebelah kiriku. Lantai gereja yang dilapisi karpet putih, dan dekorasi bunga-bunga di sekitar membuat suasana semakin hangat. Wajah-wajah tamu tidak semuanya kukenal. Kuamat-amati gerakan fotografer yang berusaha mengikuti langkah kami. Di ujung lorong telah berdiri seorang lelaki dengan setelan putihnya, menunggu dengan mata berkaca-kaca, didampingi seorang pendeta dengan jubah hitamnya, tersenyum tenang.

Bukan, bukan aku yang menikah. Aku—dan seorang sahabatku hanya mengantarkan sahabat kami menuju altar untuk menerima pemberkatan pernikahannya.

Sepanjang proses pemberkatan yang berlangsung hangat dan khidmat itu, aku sibuk mengingat perjalanan persahabatan kami selama hampir 10 tahun ini. Sambil sesekali menyeka mataku yang berair.

Apakah kamu punya seseorang yang jika sesuatu terjadi, dia salah satu orang yang akan langsung kamu hubungi? Apakah kamu punya seseorang yang kamu tahu akan dengan tulus berdoa untukmu, bahkan tanpa kamu minta? Aku punya. Bukan hanya seorang, tapi ada dua. Dialah yang hari ini akan menerima pemberkatan itu, dan satu orang lagi sedang duduk di sebelahku, fokus memperhatikan acara sambil sesekali menyeka pipinya juga. Sepertinya kami merasakan haru yang sama.

Kami bertemu ketika masa-masa kuliah kami dipadati kegiatan organisasi dan jadwal harian. Namun, di tengah sibuknya aktivitas, kami tetap sadar untuk ikut bergabung dalam komunitas pemuridan rohani. Di sinilah kami bertemu dan menjadi akrab.  Sebenarnya, pertemanan kami bukan tipe yang selalu bersama kemana-mana, karena meskipun kami ada dalam satu komunitas rohani yang sama, tapi kami dipecah ke dalam kelompok pemuridan yang berbeda. Namun, entah bagaimana kami mulai sering bertemu dan mengerjakan misi bersama—ikut kelas bible study, pergi ke seminar kebangunan rohani, bahkan menyepakati proyek-proyek ketaatan bersama.

Masa perkuliahan kami dipenuhi dengan deadline tugas, target lulus tepat waktu, tapi juga kegiatan-kegiatan yang kami pilih untuk membantu iman kami bertumbuh.

“Bapak tadi malam nelpon, katanya hasil panen kali ini nggak cukup bagus. Bapak nggak bilang apa-apa sih, tapi aku kayaknya harus ekstra berhemat deh,” kata Sisca pada kami di suatu pagi. Akhirnya jadilah kami ganti-gantian membawa bekal untuk sharing bertiga.

Di kali lain, saat mamaku menjalani operasi di rumah sakit kota tempat kami berkuliah, mereka datang bergantian membawakan keperluan kami.

Kami benar-benar terasa seperti saudara.

Setelah lulus, kami mencoba membangun karier kami masing-masing. Sisca yang pertama kali diterima kerja, lalu aku, kemudian Ira yang akhirnya ditempatkan di luar kota. Meski begitu, kami tidak pernah merasa saling jauh. Kami tidak selalu berkomunikasi setiap hari, tapi kami tahu kalau kami masih tetap saling mendoakan. Kami sesekali masih PA bersama, meski sering putus nyambung dengan Ira karena sinyal di tempatnya tidak selalu stabil, yang sering kami jadikan bahan candaan. Tapi tampaknya dia sangat menikmati pekerjaan dan pelayanannya meski di daerah pedalaman. Dia selalu tampak bersemangat setiap menceritakannya.

“Girls, I wanna say something!” 

Itu isi pesan Sisca di grup obrolan kami di suatu sore, 10 bulan lalu.

Kami akhirnya mengetahui kalau dia dan pasangannya memutuskan menikah tahun ini. Aku dan Ira kehebohan sendiri mengetahui kabar itu saking senangnya kami berdua. Dulu, hampir setiap orang selalu bertanya pada Sisca tentang kenapa dia belum juga menjalin hubungan dengan siapa pun.

Aku sedang mencari dan akan menemukan seseorang yang bersamanya aku akan menghabiskan waktu untuk melayani Tuhan,” jawabnya mantap.

Kata-kata itu terdengar klise dan seperti terlalu rohani, apalagi sejak kuliah dulu kami tahu banyak yang tertarik padanya. Namun, dia meyakini hal itu dan tidak mau menurunkan standarnya. Dia selalu cerita dan meminta pendapat kami tentang orang-orang itu untuk kemudian kami doakan bersama.

Suatu malam saat kami pulang dari ibadah persekutuan alumni—saat itu Ira masih belum ke luar kota, kami menyantap nasi goreng yang dijual tidak jauh dari kosanku.

“Apa arti sahabat menurut kalian?” tanya Ira tiba-tiba.

Aku berpikir sejenak, sementara Sisca asik meniup-niup nasi gorengnya.

“Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran,” kataku mengutip ayat dari kitab Amsal.

Ira melotot protes, “Itu menurut Amsal, kan aku tanya menurut kalian.”

Aku tertawa kecil. “Ya aku sependapat sama ayat itu,” jawabku tanpa merasa bersalah.

“Bagiku, sahabat itu seseorang yang langsung aku pikirkan saat aku butuh dukungan. Seseorang yang menegurku kalau aku mulai menyimpang, mendukung aku untuk bangkit, mengajakku bertumbuh bersama, dan mendoakanku bahkan tanpa aku minta,” sahut Sisca pelan namun pasti. Dia memang biasanya yang paling bijak diantara kami.

Aku dan Ira mengangguk-angguk.

“Setuju. Sahabat itu kayaknya tidak harus selalu bersama kemana-mana, mungkin juga tidak selalu berkomunikasi setiap waktu, tapi sahabat sejati tidak akan pernah meninggalkan. Kapanpun kita kembali berkomunikasi, kita akan tetap terhubung, ” kata Ira kemudian.

“Sahabat sejati kita memang hanya Yesus, tapi aku bersyukur diberikan sahabat yang menjadi saudara seperti kalian. Janji ya, kita akan saling terhubung dan terus melayani dimanapun kita berada.” Kami mengangguk bersamaan.

Dan di sinilah kami, menyaksikan momen haru sahabat kami menerima pemberkatan pernikahannya. For your information, lelaki yang berdiri di sampingnya itu adalah senior kami waktu kuliah dulu, dia yang mengajak kami untuk ikut pembinaan rohani dan beberapa kali memimpin studi Alkitab yang kami ikuti dan sering menjadi tim pemusik bersama Sisca dulu. Aku dan Ira saling melihat, tersenyum, mungkin kami sama-sama sedang mengingat kenangan yang sama.

Satu-satunya sahabat sejati memang hanya Yesus, tapi Dia memberikan sahabat di sisi kita sebagai saudara dalam kesukaran, dan berbagi kasih setiap waktu.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Bagikan Konten Ini
4 replies
  1. cristal pagit
    cristal pagit says:

    Makasih sudah menaruh banyak bawang dan penguatan disini. God bless you❤️❤️

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *