Iman Itu Bukan Lawan dari Logika, Kok!

Oleh Gabriella, Malang

“Awas jangan mempertanyakan Tuhan, dosa loh!”

“Kok kamu nanya gitu sih, pasti kamu kurang beriman deh.”

Apakah kalimat-kalimat di atas terdengar familiar? Sejujurnya awalnya aku juga takut untuk bertanya dan selalu berusaha mengubur pikiran-pikiran tersebut dalam-dalam karena merasa bersalah setiap kali aku memiliki keraguan tentang imanku. Bener ga sih Tuhan itu ada? Bener ga sih Yesus itu Tuhan yang menjadi manusia? Namun suatu kali, dalam perenunganku aku merasa Tuhan memberi suara kecil dalam hatiku, “Mengapa kamu tidak berani bertanya? Bukankah justru itu artinya kamu tidak cukup beriman bahwa Aku bisa menjawab pertanyaanmu? Apakah kamu takut bahwa ternyata Aku bukan Sang Kebenaran itu?”

Benar juga ya, pikirku. Allah kita yang menciptakan langit dan bumi, juga adalah Allah yang menetapkan segala hukum alam, prinsip fisika, logika manusia, semua hal yang ada di dunia ini. Oleh karena itu, sudah sewajarnya semua hal tersebut justru akan menunjukkan kepada kebenaran Allah. Memang, sebagai manusia yang terbatas, kita tidak akan pernah bisa sepenuhnya mengerti Allah, maupun ciptaan-Nya. Ada masanya pemahaman kita akan Firman Tuhan atau dunia di sekitar kita yang kurang tepat sehingga terkesan bertentangan, seperti saat kebanyakan manusia percaya susunan tatasurya geosentris, yang pada akhirnya terpatahkan. Tapi, ada juga hal-hal yang tidak akan pernah bisa kita jelaskan secara tuntas dan pastikan secara absolut karena keterbatasan kita. Seperti yang sering dikatakan Pdt. Yakub Tri Handoko, “Iman tidak bertentangan, melainkan melampaui rasio.”

Aku akan mengambil contoh dari salah satu keyakinan sentral dalam Kekristenan, yaitu kebangkitan Yesus. Kenapa sentral? Karena kebangkitannya adalah bukti paling kuat yang menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah (Roma 1:3-4, 14:9), dan seperti kata Rasul Paulus, “Dan jika Kristus tidak dibangkitkan, maka sia-sialah kepercayaan kamu dan kamu masih hidup dalam dosamu.” (1 Kor 15:17). 

Studi Kasus: Kebangkitan Yesus Kristus

Walau peristiwa kebangkitan ini terkesan melawan logika dan ilmu pengetahuan, sebenarnya kebangkitan-Nya justru adalah hal yang paling masuk akal untuk menjelaskan keseluruhan fakta-fakta seputar kebangkitan Yesus, dibandingkan penjelasan alternatif seperti murid-murid mencuri tubuh Yesus dari kubur, Yesus belum benar-benar mati saat dikuburkan. Mari kita lihat fakta-faktanya:

1. Yesus mati disalib

Penyaliban Yesus tidak hanya dicatat oleh penulis-penulis Kristen, tapi juga oleh sejarahwan Yahudi seperti Flavius Josephus, dan sejarahwan Romawi seperti Tacitus. Tapi, apakah Yesus benar-benar sudah mati atau dikuburkan dalam keadaan masih hidup?

Yohanes 19:34 mencatat, “tetapi seorang dari antara prajurit itu menikam lambung-Nya dengan tombak, dan segera mengalir keluar darah dan air.” Dalam perkembangan ilmu medis, diketahui bahwa air yang keluar ini menunjukkan Yesus mengalami pericardial effusion dan pleural effusion, yaitu terkumpulnya cairan di membran sekitar jantung dan paru-paru, yang juga adalah bukti bahwa Ia sudah meninggal saat prajurit menikam tubuhnya (sumber) (dalam terjemahan bahasa Inggris ditulis the soldiers pierced Jesus’s side”, yang berarti tikamannya tidak serta-merta ditujukan pada lambung). Namun, ilmu medis pada jaman tersebut belum mengetahui hal ini, sehingga tidak mungkin penulis memalsukan observasinya.

Prajurit Romawi juga sangat ahli dalam mengerjakan tugas mereka untuk mengeksekusi orang. Jika mereka gagal melakukan tugasnya, nyawa mereka sendiri yang menjadi taruhannya.

2. Kubur yang kosong

Kubur Yesus yang kosong dituliskan dalan Injil Markus dan juga pengakuan iman jemaat gereja mula-mula yang dituliskan di 1 Korintus 15. Kedua tulisan tersebut dibuat sangat dekat dengan peristiwa penyaliban, sehingga tidak ada cukup waktu untuk legenda membelokkan cerita yang asli. Lagipula, bila kubur Yesus tidak benar-benar kosong, seharusnya orang Yahudi dan Romawi bisa dengan mudah menghentikan pertumbuhan Kekristenan dengan menunjukkan kubur Yesus yang masih ada isinya. Kalau kubur Yesus tidak kosong, seharusnya mereka tidak perlu menyebarkan berita bahwa murid Yesus mencuri jasad-Nya.

3. Penampakan jasmaniah Yesus pada berbagai orang

Seperti poin tentang kubur yang kosong, penampakan Yesus setelah kebangkitan-Nya pada berbagai orang juga adalah proklamasi yang disuarakan jemaat gereja mula-mula sejak awal. Baik dalam pengakuan iman dalam 1 Korintus 15 maupun surat-surat yang ditulis para rasul, penampakan Yesus sudah disebutkan dan bahkan nama saksi-saksi mata disebutkan. Bila klaim ini bohong, tentu saja para saksi tersebut bisa dengan mudah menyangkal karena mereka masih hidup. Kurang masuk akal juga untuk mengatakan penampakan ini adalah halusinasi karena para saksi mata adalah banyak orang dengan latar belakang yang beragam, di waktu, tempat, dan keadaan yang berbeda-beda pula.

4. Perubahan hidup murid-murid Yesus

Murid-murid Yesus ketakutan saat guru yang telah mereka ikuti selama 3 tahun dan mereka harapkan menjadi pembebas dari penjajahan Romawi “kalah” (Yoh 20:19). Saat Yesus ditangkap di Taman Getsemani, murid-murid melarikan diri (Markus 14:50-52), dan bahkan Petrus menyangkal hingga tiga kali bahwa ia mengenal Yesus (16:66-72). Mereka juga berniat kembali ke pekerjaan asal mereka sebagai nelayan (Yoh 21:2-3). Namun, tiba-tiba mereka menjadi berani dan mengabarkan bahwa Yesus telah bangkit (Kis 1:22; 2:32; 3:15; 4:33; 5:30), dan mereka tetap bertahan pada keyakinan mereka sekalipun disiksa sampai mati.

5. Pertobatan Saulus

Perubahan hidup yang signifikan ini tidak hanya terjadi pada murid-murid yang telah mengikuti Yesus ke manapun Ia pergi, tapi juga pada tokoh yang sangat tidak terduga: Saulus dari Tarsus. Awalnya Saulus merupakan orang Farisi yang sangat menentang gereja mula-mula, hingga berusaha menangkap, menganiaya, dan memenjarakan para pengikut Kristus (Kis 7:54 – 8:3; 9:1-2). Lantas mengapa tiba-tiba ia menjadi sangat giat memberitakan Injil, hal yang diberitakan oleh orang-orang yang ia aniaya? Saulus sendiri mengatakan bahwa perubahan hidupnya terjadi karena perjumpaannya dengan Yesus Kristus yang telah bangkit (Kis 22:1-22).

***

Belakangan aku baru mengetahui bahwa bidang ilmu khusus yang berfungsi untuk memberikan penjelasan yang benar, rasional, dan relevan terhadap ajara-ajaran pokok Kekristenan ini disebut apologetika. Artikel ini adalah rangkuman dari buku The Case For Christ karya Lee Strobel, Without A Doubt karya Kenneth Richard Samples, dan juga camp Apologetika Indonesia yang baru kuikuti awal Juli 2024 kemarin. Pelayanan apologetika yang mereka lakukan juga mencakup konten-konten singkat tentang pergumulan menarik seperti mengapa Allah membiarkan kita menderita dan apakah Tuhan bisa membuat batu yang begitu besar hingga Ia tidak dapat mengangkatnya.

Jadi teman-teman, tidak apa-apa kok kalau kalian punya pertanyaan tentang iman kita, tapi tetap doakan pergumulan kita agar Tuhan membimbing kita dalam pencarian kita akan kebenaran ya! Karena tidak semua hal yang ada di internet itu benar dan dapat dipercaya 🙂 

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Bagikan Konten Ini
4 replies
  1. Irma Aprilia
    Irma Aprilia says:

    Amen. Thank you kak untuk artikelnya, semoga kakak semakin dipakai Tuhan untuk menulis artikel ya kak! God Bless us ya kak 💖😇

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *