5 Bentuk Persahabatan yang Tuhan Inginkan dalam Hidup Kita

Oleh Nikita Theresia Afdan, Depok

Pernahkah kamu merasa cemburu melihat temanmu lebih dekat dengan orang lain? Atau, pernahkah kamu merasa ditinggal ketika kamu tahu teman-temanmu diam-diam membuat grup obrolan tanpa kamu di dalamnya?

Kalau kamu pernah mengalami itu, aku juga pernah. Selama dua tahun terakhir, setelah lulus kuliah aku masuk ke dalam dunia pekerjaan. Sejak SD sampai kuliah aku tidak memiliki sahabat yang sangat dekat. Setiap kali merasa akrab dengan temanku, aku cenderung posesif dan takut kehilangan. Terkadang hal ini dianggap aneh oleh teman-temanku sehingga hubungan pertemanan kami tidak awet. Kusadari memang persahabatan tidak lahir secara instan. Dalam proses menuju persahabatan yang dewasa pasti ada konflik-konflik yang mewarnainya.

Sampai saat ini aku terus belajar untuk mencintai diriku sendiri dan membangun hubungan persahabatan yang baik. Salah satunya, aku belajar dari podcast WarungSaTeKaMu bersama Erika Sinaga yang berjudul “Dear Temanku, Gapapa Kok Kamu Gak Selalu Ada”. Kak Erika menegaskan bahwa pada dasarnya kita harus menyadari bahwa semuanya memiliki masanya masing-masing. Mungkin hari ini kita lagi seru-seruan bareng teman-teman, atau mungkin lagi ngambek-ngambekan. Itu semua wajar sebagai manusia. Namun, yang terpenting yang harus kita pahami sebelum menjalin persahabatan adalah kita harus mengenal diri kita sendiri lebih dulu. Firman Tuhan mengatakan dalam Matius 22:39, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”

Pelan-pelan aku mulai memahami bahwa seorang sahabat dekat bukanlah seseorang yang wajib bertemu kita setiap waktu atau yang harus komunikasinya non-stop 24 jam. Sahabat ialah orang yang terpisah dalam kesibukan, tapi tetap bersedia menjaga hubungan baik dan saling menghargai. Aku juga belajar bagaimana pandangan Alkitab tentang persahabatan dan lewat tulisan ini aku ingin berbagi 5 bentuk persahabatan yang Tuhan inginkan dalam hidup kita.

1. Sahabat yang hadir dalam waktu yang tepat 

“Seorang sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam kesukaran.” (Amsal 17:7).

Seringkali di saat kita terpuruk, sahabat menjadi orang terdekat kita yang bisa kita ajak bercerita. Dia rela memberikan waktunya untuk kita, bahkan melebihi saudara kita sendiri.

Sahabat seperti ini tidak setiap waktu ada buatmu, namun di saat kamu membutuhkan teman untuk cerita, dia mau memberikan waktunya buatmu.

2. Sahabat yang menegur dengan kasih

“Lebih baik teguran yang nyata-nyata dari pada kasih yang tersembunyi. Seorang kawan memukul dengan maksud baik, tetapi seorang lawan mencium secara berlimpah-limpah.” (Amsal 27:5-6).

Seorang sahabat tidak ingin kamu terpuruk atau jatuh ke dalam jurang keburukan. Ada kalanya dia tidak cuma memberikan dorongan semangat buatmu, tapi juga menegurmu bila kamu melakukan kesalahan, atau ada yang salah darimu.

Meski menerima teguran kadang tidak mengenakkan, tetapi dari mereka yang bersedia menyampaikan teguran inilah kita bisa mengenal diri kita sesungguhnya. Jadi, bila kita dikaruniai sahabat seperti ini, jangan cepat tersinggung ya.

3. Sahabat yang bisa lebih dekat daripada saudara sendiri

“Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib daripada seorang saudara.” (Amsal 18:24).

Kalau kita mengenal dan belajar dari kisah persahabatan Daud dan Yonatan, kita melihat bagaimana Yonatan sangat mengasihi Daud (1 Samuel 20:41), bahkan mereka mengikat janji untuk setia kepada satu sama lain (ayat 8-17; 42). Ketika Saul, ayah Yonatan, berniat untuk menghabisi nyawa Daud, Yonatan ikut melindunginya bahkan kelak mengorbankan haknya sebagai pewaris takhta agar Daud dapat memerintah sebagai raja (20:30-31).

Yonatan dan Daud bukanlah saudara sedarah. Mereka sejatinya orang asing bagi satu sama lain, tetapi diikat oleh satu relasi bernama persahabatan. Dalam masa-masa senang maupun kelam, ada kalanya Tuhan memakai mereka yang bukan saudara untuk ikut hadir dalam cerita hidup kita. Mereka bisa hadir di saat hidup sedang terpuruk, saat kita sengsara membutuhkan uang atau saat kita sakit.

4. Sahabat turut membentuk kebiasaan yang baik

“Siapa bergaul dengan orang bijak menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang.” (Amsal 13:20).

Ada ucapan yang pernah kudengar begini bunyinya: orang yang paling dekat denganmu ikut mempengaruhi pola pikirmu. Persahabatan tak cuma berbagi cerita, tetapi juga berbagi kebiasaan. Bila kita menjadi atau memilih sahabat-sahabat yang gemar bergosip dan melakukan keburukan, maka tidak menutup kemungkinan kita akan ikut melakukannya juga.

Persahabatan yang baik akan menolong kita untuk membangun kebiasaan-kebiasaan positif yang bisa diwujudkan dalam berbagai hal, semisal berolahraga, beribadah bersama, atau sesederhana saling mendoakan.

5. Tuhan adalah sahabat yang sejati

“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang  yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.” (Yohanes 15:13).

Selain kisah persahabatan antara Daud dan Yonatan, gagasan tentang persahabatan disebutkan berulang kali dalam Alkitab. Kitab Amsal mengatakan sahabat menaruh kasih setiap waktu (17:17), tetapi juga memperingatkan bahwa persahabatan bisa jadi tidak tulus bila didasari kekayaan atau pemberian (14:20; 19:4-6), serta menasihati kita berhati-hati untuk tidak berteman dengan orang bebal dan menjadi malang (13:20).

Dalam Yohanes 15, Tuhan Yesus juga berbicara mengenai persahabatan. Ketika Dia berkata tak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya, Yesus membuktikan ucapannya itu beberapa hari dan jam kemudian, ketika akhirnya Dia menerima hukuman mati di atas kayu salib. 

***

Menjalani persahabatan pasti ada lika-likunya, tapi aku telah belajar bahwa ketulusan hati dalam bersahabat adalah bukti bahwa aku telah mematikan perasaan-perasaan burukku sehingga aku bisa ikut berbahagia dalam keberhasilan sahabat-sahabatku.

Kelima bagian yang kutuliskan di atas menunjukkan bahwa dasar dari persahabatan adalah kasih kita akan sesama. Ketika kita mengasihi sahabat kita, tentunya kita dapat hadir dalam waktu yang tepat, menegur, membantu, dan memiliki ketulusan hati melihat sahabat itu berbahagia. Aku juga terus belajar untuk bisa menjadi seorang sahabat yang baik dengan memulai bersahabat dengan diriku sendiri.

Untuk sahabatku, terima kasih sudah membuat hari-hariku selama ini dipenuhi dengan canda tawa, kelak ketika kita bertemu lagi, dan mungkin tidak bisa seperti dulu lagi. Namun, kita telah sama-sama belajar dan melihat kasih Tuhan di hidup kita.

Tuhan memberkatimu dan juga aku. Selamat bertumbuh untuk teman-teman semua.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Bagikan Konten Ini
6 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *