Kok Aku Nggak Dikasih Kerjaan yang Sesuai dengan Talentaku?

Oleh AJ Wo
Artikel asli dalam bahasa Inggris: Why Won’t God Give Me A Job Where I Can Use My Talents

Waktu aku tumbuh besar, aku selalu suka dengan angka. Di sekolah, aku sering dapat nilai tertinggi di pelajaran Matematika dan Sains. Teman sekelasku juga suka mengecek jawaban mereka dengan jawabanku setiap kali ujian selesai.

Suatu kali di kelas dua, kami diajar untuk menggunakan pendekatan “trial and error” buat memecahkan soal-soal matematika, tapi cara ini kuanggap tidak efisien. Jadi, tanpa kusadari, aku malah menggunakan metode aljabar (sebelum aku mempelajarinya) buat menyelesaikan soal-soal itu.

Namun, buat pelajaran lain yang melibatkan kata-kata, aku kesulitan karena kurangnya struktur bahasaku. Aku tidak menemukan formula dan solusi yang pasti.

Aku sering gagal dalam menulis esai. Kata guru-guruku, tulisanku tidak menjawab pertanyaannya. Kutatap kosong soal pilihan ganda tentang kosakata dan kutemukan semua istilah yang sama sekali tidak pernah kudengar. Suatu ketika, setelah menghabiskan waktu satu jam untuk menjelaskan kata berbahasa Inggris “fuel”, ibuku berpikir kalau bahasa Inggris bukanlah pelajaran yang cocok diajarkan buatku.

Tapi, Tuhan tidak menyerah padaku.

Di tahun pertama kuliahku, seorang pemimpin gereja memberiku salinan buku Mere Christianity karya C.S Lewis. Ini adalah buku pertama yang kubaca setelah 10 tahun!

Yang mengejutkan adalah aku merasa buku ini enak dibaca karena penulisnya menjelaskan konsep-konsep Alkitab dalam istilah-istilah awam dan memberikan analogi yang bermanfaat bagi kekristenan. Aku juga menemukan bahwa buku ini menarik karena isinya mengartikulasikan dan menjawab pertanyaan-pertanyaanku tentang imanku. Ini adalah buku pertama yang kubaca tuntas, dan buku ini juga menegaskanku bahwa sebuah buku bisa memperkaya wawasan.

Namun, segera setelah aku lulus dari dua kelas menulis wajib, kupikir aku selesai berurusan dengan kata-kata. Sekarang aku bisa mengejar gelarku sebagai sarjana statistika tanpa perlu menulis kalimat apa pun. Aku berkhayal nanti di setelah lulus aku akan menggunakan bakatku di bidang matematika dan segala hal tentang angka untuk menghasilkan banyak uang.

Pencarianku akan pekerjaan impian—dan gagal

Jelang kelulusanku, aku melamar ke berbagai perusahaan investasi, tempat di mana kudengar orang-orang menggunakan model matematika canggih untuk menghasilkan uang miliaran dolar. Supaya tujuanku menjadi kaya tidak terkesan terlalu egois, kupikir aku bisa menyumbangkan sebagian penghasilanku nanti buat orang-orang miskin di Indonesia, negeri asalku.

Namun, ketika pencarian kerjaku berujung dengan penolakan, aku mulai bertanya mengapa Tuhan tidak memberiku profesi di mana aku bisa menggunakan talentaku dengan maksimal. Padahal toh aku juga punya niatan mulia. Aku menghibur diriku dengan berpikir kalau penolakan hari ini artinya tunggu. Aku cuma perlu terus melamar.

Meskipun Tuhan tidak memberiku pekerjaan di perusahaan pengelola dana investasi, Dia memberkatiku dengan pekerjaan sebagai analis bisnis di sebuah perusahaan teknologi.

Aku tidak keberatan dengan pekerjaan ini karena aku bisa menggunakan kemampuan matematikaku, tapi aku terus coba melamar ke perusahaan investasi di tiap kesempatan. Aku bahkan menghubungi teman kuliahku yang bekerja di salah satu perusahaan itu untuk memberi tahu dia kalau aku begitu tertarik dengan pekerjaan mereka. Temanku merasa senang dengan semangatku, tapi dia bilang kalau sebenarnya teman-teman yang dia kenal justru malah ingin bekerja di posisiku. Meski begitu, aku masih tidak sadar kalau Tuhan mungkin menyuruhku untuk tetap tinggal.

Satu tahun kemudian, manajerku mulai memperluas tanggung jawabku. Aku diminta untuk menulis narasi buat para pimpinan supaya mereka paham apa yang sedang terjadi dengan bisnis ini, sekaligus juga menjelaskan konsep-konsep statistik kepada orang-orang non-teknis supaya mereka bisa menerima alasan mengapa suatu produk itu diubah.

Aku mengomel kepada Tuhan. Betapa aku tidak ingin berurusan dengan kata-kata atau pun orang! Kuingatkan Tuhan lagi tentang keinginanku untuk kaya lebih cepat. Tapi, karena semua tugas-tugas ini menjanjikan kemajuan dalam karierku, aku jadi lebih sibuk. Aku tidak mendengar apa pun lagi dari Tuhan. Aku mulai menghabiskan lebih sedikit waktu berurusan dengan angka, sedangkan waktu-waktuku untuk menulis email dan dokumen untuk mengajukan ide dan mempengaruhi orang lain jadi meningkat.

Tuhan bekerja di balik layar

Ketika kelompok komselku mulai membaca buku Screwtape Letters (buku karya C.S Lewis juga), entah kenapa orang-orang mulai mencariku untuk membantu menjelaskan apa maksud dari bacaan-bacaan di buku itu. Selama ini, Tuhan secara bertahap memupuk kemampuanku untuk membaca dan menulis. Dia dengan lembut menggembalakanku kepada panggilan yang belum kusadari.

Di retret gereja beberapa bulan lalu, kami berdoa ketika pembicara tamu datang dan berbicara padaku. “Aku punya visi buatmu, tapi yang pertama, aku perlu bertanya: apa kamu suka menulis?”

Ada sesuatu tentang bagaimana pertanyaan itu disampaikan, yang menyiratkan bahwa pekerjaanku memang tidak secara khusus buat menulis, tapi Tuhan telah menuntunku ke arah dan area pelayanan ini.

Mendengar apa yang pembicara itu sampaikan, aku merasa Tuhan ingin aku tahu satu hal. Tuhan kita adalah Pribadi yang peduli untuk menyapaku di mana pun aku berada. Dia mau memastikan agar aku tidak cuma mengikuti perasaanku saja. Aku lalu meluangkan waktu untuk membaca Alkitab dan mempertimbangkan apakah pesan yang kuterima itu selaras dengan firman Tuhan. Aku juga berdoa dan meminta Tuhan menunjukkan kepadaku bagaimana Dia telah bergerak di dalam dan melalui berbagai bidang dalam kehidupanku.

Melalui proses perenungan ini, aku teringat kembali akan pertanyaan yang pernah kuajukan sebelumnya: “Mengapa Tuhan tidak menggunakan talenta dan passion yang sudah kumiliki?” Ketika aku terus membawa permohonan dan pergumulanku pada Tuhan, ketika aku mempelajari karakter-Nya melalui Alkitab, juga dengan bimbingan para mentor di gereja, aku menjadi lebih paham maksud-Nya bagiku.

Memahami kriteria Allah untuk perbuatan baik

Ketika Yesus memulai pelayanan-Nya di bumi, Dia tidak merekrut orang-orang yang berpendidikan tinggi dan berpengetahuan luas tentang Kitab Suci untuk jadi murid-Nya. Sebaliknya, Tuhan Yesus memilih para nelayan yang tidak berpendidikan, pemungut cukai yang dipandang rendah, orang-orang zelot, dan mereka semualah yang menjadi pendiri dari gereja perdana, mengabarkan Injil tanpa lelah sampai ke ujung dunia, dan tetap setia sampai akhir sebagai martir.

Kita tahu bagaimana Tuhan memanggil Musa yang “tidak fasih berbicara” dan “lambat lidahnya” untuk menghadapi Firaun dan membawa Israel keluar dari perbudakan (Keluaran 4:10-12). Tuhan juga memanggil Saulus yang menebarkan ancaman dan pembunuhan kepada murid-murid Kristus, untuk menjadi alat pilihan-Nya (Kisah Para Rasul 9:1-31). Aku melihat semua ini adalah bagian dari tema besar bagaimana Tuhan memanggil dan memakai kita agar kita mengalami kuasa transformatif dari kasih dan anugerah-Nya serta menjadi kesaksian yang hidup tentang siapa Dia.

Tuhan ingin agar kita menyadari ketergantungan kita kepada-Nya sepenuhnya, dan tidak berpikir bahwa apa yang kita miliki adalah hasil dari jasa atau kerja keras kita sendiri. Dia ingin kita merasa diberkati oleh karunia-karunia rohani-Nya, mengalami sendiri bagaimana tangan kuat-Nya membimbing kita, dan bersandar sepenuhnya kepada-Nya.

Aku menyadari mengapa Tuhan tidak segera mengizinkanku terjun ke bidang yang aku ingin-inginkan karena aku belum siap; karena aku akan jadi sombong dan tidak memuliakan Tuhan (1 Korintus 13:3). Tuhan juga menunjukkan padaku bagaimana aku rentan terhadap kesombongan setiap kali aku terlibat dalam pelayanan. Ketika pelayanan itu berhasil aku cenderung merasa itu semua hanya karena bakatku.

Tuhan bukanlah bos yang cuma mencari pekerja terampil untuk bekerja bagi-Nya. Dia adalah Bapa yang menyediakan bagi anak-anak-Nya, apa yang kita perlukan untuk menyelesaikan pekerjaan baik yang telah Dia sediakan bagi kita (Efesus 2:10).

Saat aku tetap ada dalam pekerjaan yang isinya kebanyakan membaca dan menulis, Tuhan telah merendahkan hatiku untuk tunduk pada rencana-Nya. Aku diajar-Nya untuk ikut ke mana pun Dia mau aku pergi dan memeliharaku. Kadang-kadang aku merasa begitu terharu karena Dia memperlengkapiku dan memberiku kesempatan membagikan firman-Nya dalam kelompok-kelompok kecil, menulis renungan untuk gerejaku, dan bahkan mengajar kelas tentang dasar-dasar iman Kristen kepada orang-orang yang baru kenal Tuhan atau pun orang yang belum percaya.

Bisa berjalan dekat dengan Tuhan—inilah jalan hidup terpenting, yang lebih memuaskanku daripada semua yang pernah kucita-citakan untuk kulakukan sendiri.

Kamu diberkati oleh ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Bagikan Konten Ini
7 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *