FOMO, Perahu Menuju Pusaran Dunia

Oleh Jenni, Cimahi

Takut ketinggalan momen dan takut berbeda dari yang lain. Dua perasaan ini sering kualami dalam hidupku sehari-hari. Sebenarnya ini perasaan yang wajar dan dialami oleh semua orang, tapi bagaimana setiap orang meresponsnya itulah yang jadi pembeda.

Dunia modern menamai perasaan takut tertinggal sebagai FOMO, singkatan dari fear of missiong out. Isitlah ini dipopulerkan oleh penulis bernama Patrick McGinnis pada tahun 2023. Beliau berpendapat bahwa FOMO turut disuburkan dengan hadirnya media sosial di mana setiap orang bebas berekspresi mencurahkan ide sampai prestasi-prestasinya. Orang jadi ingin selalu mengejar apa yang jadi tren, berita, atau apa pun yang hits saat itu. Namun, realitas FOMO tidak hanya terjadi karena dipengaruhi media sosial saja. Lingkungan tempat kita tinggal pun bisa saja memancing kita untuk mulai merasa tertinggal.

Jadi, bagaimana kita bisa bertahan dalam menghadapi lingkungan yang seolah menuntut kita untuk berlari secepat orang-orang lain? Dari hasil perenunganku, inilah tiga jawaban sederhananya:

1. Sebelum silau oleh hidup orang lain, belajarlah mengenali dirimu sendiri

Saat aku bersekolah, ada sebuah tren seragam di antara para murid. Murid yang seragamnya tidak dimasukkan itu dianggap anak gaul. Apalagi kalau yang dimasukkan sebelah saja, wah dianggap lebih keren lagi! Sekarang, saat aku sudah dewasa, aku sadar kalau itu semua tidaklah berfaedah. Saat bersekolah dan menjadi murid, kita sedang belajar hidup bermasyarakat. Seragam yang dimasukkan dimaksudkan agar penampilan kita rapi dan kita belajar hidup dengan aturan.

Pada Matius 4:1-11, tertulis bahwa Tuhan Yesus sedang berpuasa, dan pada hari yang ke-40 Iblis datang untuk mencobai-Nya. Pada ayat 3 dan 6, Iblis mencobai Yesus dengan berkata, “Jika Engkau Anak Allah…”. Iblis ingin Yesus membuktikan diri-Nya dengan melakukan perintahnya. Namun, Tuhan Yesus tahu siapa diri-Nya. Dia tidak tertipu dan mengikuti perintah Iblis.

Di kehidupan sehari-hari, seringkali aku dipertemukan dengan berbagai perbedaan cara hidup.  Saat itu terjadi aku mengingat terus siapa aku menurut Alkitab. Dalam 1 Korintus 3:23 tertulis: “Tetapi kamu adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik Allah.” Yesus telah mati dan bangkit kembali untuk menebus jiwa manusia. Kita telah dimenangkan dari dosa, dan itu artinya kita adalah milik Kristus. Kepada Yesuslah kita harus mengusahakan mengikuti kehendak-Nya.

2. Pegang dan lakukanlah kebenaran

Pada suatu sore, aku sedang melihat-lihat e-commerce dan perhatianku berhenti pada sebuah lipstik yang belum pernah aku miliki. Lipstik itu punya dua sisi: yang satu untuk warnanya dan yang satunya untuk efek glossy. Diskon pula! Ingin sekali jempolku segera check-out! Untungnya sebelum check-out aku memperlihatkannya pada senior kerjaku, dan beliau berkata, apa aku memerlukannya?

Pada pencobaan di padang gurun, Tuhan Yesus menjawab Iblis dengan firman Tuhan yang adalah kebenaran. Pada ayat 4, Tuhan Yesus berkata bahwa kita tidak hanya hidup dari roti saja, tapi dari setiap firman Tuhan. Kita memerlukan kebenaran untuk melawan kebohongan-kebohongan Iblis. Tanpa firman Tuhan, kita bisa kehilangan arah, mudah terbawa dan ikut-ikutan.

Dalam Ibrani 13:5 tertulis cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu, karena Allah telah berfirman: “Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.”

Dalam kasusku, menolak godaan dan mencukupkan diri bukan berarti aku menjadi pelit. Namun, setiap kali aku tergoda untuk melakukan atau membeli sesuatu yang bersifat impulsif, pertanyaan seniorku sederhana tapi tepat sasaran. Apakah aku memerlukannya? Aku tidak perlu punya setiap model lipstik karena yang kuperlukan sudah ada. Saat berpegang pada firman Tuhan pun aku merasa tenang dan lebih bisa mengendalikan diri.

3. Selalu mendekat pada Tuhan

Dari pengalamanku, aku merasa FOMO bisa mengubah gaya hidup dan cara berpikir. Misalnya, jadi boros karena terbiasa beli makanan atau barang yang sedang ada diskon. Kita memang butuh jajan atau hiburan sesekali, dan menikmatinya saat ada diskon itu adalah cara yang baik. Namun, kalau tidak membiasakan untuk mencukupkan diri, maka kebiasaan itu bisa merugikan kita.

FOMO tidak hanya tentang keuangan, tetapi bisa juga tentang nilai kehidupan yang berbeda dengan firman Tuhan. Saat dunia berkata, “Jadilah diri sendiri”, firman Tuhan berkata “hiduplah sebagai anak-anak terang.” (Efesus 5:8). Saat dunia berkata, “Bersenang-senanglah, hidup ini hanya sekali”, firman Tuhan berkata “… Takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya karena ini adalah kewajiban setiap orang.” (Pengkhotbah 12:13). Dan masih banyak lagi hal yang lain.

Banyaknya slogan dan cara hidup yang berbeda dari firman Tuhan terkadang membuatku kebingungan. Seringkali aku tidak menyadari bahwa cara hidup yang bagaikan arus ini ada begitu dekat dengan lingkunganku. Karena itu aku merasa bahwa aku memerlukan Tuhan. Pada Mazmur 119:9 yang tertulis: “Dengan apakah seorang muda mempertahankan kelakukannya bersih? Dengan menjaganya sesuai dengan firman-Mu.” Akal dan kekuatanku sangat terbatas. Aku perlu Tuhan dan firman-Nya senantiasa untuk memagari dan menjaga pikiranku.

Zaman yang kita hidupi kini ada dalam berbagai pengaruh. Kita bisa dengan mudah terombang-ambing. Mari kita jangkarkan identitas kita sebagai milik Kristus, memegang firman-Nya dan terus mendekat pada-Nya.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Bagikan Konten Ini
2 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *