Spiritualitas vs Ritualitas: Bagaimana Menjaga Keseimbangan dalam Kehidupan Kristen

Oleh Ari Setiawan, Jakarta

Sebagai remaja dan pemuda Kristen, kita mungkin sudah terbiasa dengan berbagai ritual keagamaan yang kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, berdoa sebelum makan, membaca Alkitab setiap pagi, mengikuti ibadah mingguan, bergabung dengan persekutuan, dan lain-lain. Ritual-ritual ini tentu saja baik dan bermanfaat, tetapi apakah kita sudah memahami makna dan tujuan di baliknya? Apakah kita sudah benar-benar mengalami pertumbuhan spiritual yang sesungguhnya?

Sayangnya, ada beberapa kasus di mana pendeta, hamba Tuhan, dan aktivis gereja yang seharusnya menjadi teladan bagi kita, malah tersandung dalam beberapa kasus dosa dan terjerat hukum. Mereka mungkin sudah aktif dalam ritual bergereja, tetapi ternyata tidak mendalami aspek spiritualitas keimanan mereka. Mereka mungkin sudah tahu banyak tentang ajaran-ajaran Kkristen, tetapi tidak mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Mereka mungkin sudah beribadah dengan lantang, tetapi tidak memiliki hubungan pribadi dengan Tuhan.

Mungkin hal yang sama juga terjadi di kita, aktif menjalankan ritual beragama tapi tidak menunjukkan pertumbuhan spiritual. Bagi aku sendiri, ada fase di mana keluarga selalu menelepon di malam hari, mengajak berdoa bersama, dan hal ini dilakukan setiap hari. Menyenangkan? Kadang tidak, hanya kosong, seperti menjalankan formalitas tanpa adanya kerinduan untuk benar-benar mengucap syukur, benar-benar mengasihi orang yang kita ucapkan namanya dalam doa.

Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan antara aktif dalam ritual bergereja dan mendalami aspek spiritualitas keimanan. Ritual bergereja adalah bentuk ekspresi dari keimanan kita, tetapi bukanlah ukuran dari kualitas keimanan kita. Spiritualitas keimanan adalah hubungan intim dan dinamis dengan Tuhan, yang melibatkan hati, pikiran, jiwa, dan kehendak kita. Ritual bergereja dapat membantu kita memperdalam spiritualitas keimanan kita, tetapi tidak dapat menggantikannya.

Dalam Matius 15:8-9, disampaikan bahwa:

“Bangsa ini menghormati Aku dengan bibirnya, tetapi hatinya jauh dari pada-Ku. Percuma mereka beribadah kepada-Ku, karena yang mereka ajarkan ialah perintah manusia.”

Ayat ini mengutip Yesaya 29:13, di mana Yesus Kristus menegur orang-orang yang hanya beribadah kepada Tuhan secara lahiriah, tetapi tidak mengasihi-Nya dengan segenap hati. Ayat ini mengajak kita untuk tidak hanya mengikuti ritual-ritual keagamaan, tetapi juga menjalin hubungan pribadi dengan Tuhan.

Lalu, bagaimana kita dapat membedakan apakah kita hanya sekadar aktif dalam ritual atau juga mendalami spiritualitas keimanan kita? Berikut adalah beberapa pertanyaan yang dapat kita renungkan:

  • Apakah kita berdoa karena ingin berkomunikasi dengan Tuhan atau hanya karena kebiasaan?
  • Apakah kita membaca Alkitab karena ingin belajar dari firman Tuhan atau hanya karena kewajiban?
  • Apakah kita mengikuti ibadah karena ingin menyembah Tuhan atau hanya karena tradisi?
  • Apakah kita bergabung dengan persekutuan karena ingin saling mengasihi atau hanya karena gengsi?

Jika jawaban kita cenderung ke arah yang pertama, maka kita sudah berada di jalur yang benar. Tetapi jika jawaban kita cenderung ke arah yang kedua, maka kita perlu melakukan introspeksi dan perubahan.

Salah satu cara untuk menjaga keseimbangan antara spiritualitas dan ritualitas dalam kehidupan Kkristen adalah dengan menjalin spiritualitas terus menerus. Artinya, kita tidak hanya berhubungan dengan Tuhan saat-saat tertentu, tetapi sepanjang waktu. Kita tidak hanya mengandalkan ritual-ritual tertentu, tetapi juga mengembangkan kepekaan dan keterbukaan terhadap pimpinan Roh Kudus. Kita tidak hanya mengikuti aturan-aturan tertentu, tetapi juga mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, dan akal budi kita.

Dalam tulisan rasul Paulus kepada jemaat di Korintus, ia menyampaikan pada 1 Korintus 10:31

“Jadi, apakah yang kamu makan atau minum atau apapun juga yang kamu perbuat, perbuatlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.”

Ayat ini mengajak kita untuk mengabdikan segala sesuatu yang kita lakukan kepada Tuhan, sebagai bentuk penyembahan dan penghormatan kepada-Nya. Ayat ini mengajarkan kita untuk tidak memisahkan antara hal-hal rohani dan duniawi, tetapi untuk melihat semuanya sebagai kesempatan untuk memuliakan Tuhan.

Dengan menjalin spiritualitas terus menerus, kita akan lebih mudah menghindari dosa dan kesalahan yang dapat merusak hubungan kita dengan Tuhan dan sesama. Kita juga akan lebih mudah mengalami pertumbuhan dan pembaruan dalam kehidupan rohani kita. Kita juga akan lebih mudah menjadi saksi dan garam bagi dunia yang membutuhkan kasih dan kebenaran Tuhan.

Semoga artikel ini dapat memberkati dan menginspirasi kita semua. Tuhan Yesus memberkati. Amin.

Kamu diberkati oleh artikel ini? Yuk dukung pelayanan WarungSaTeKaMu ♥

Bagikan Konten Ini
4 replies

Bagikan Komentar Kamu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *